Surah Al-Hasyr

ASBABUN NUZUL SURAH AL-HASYR

Diposting pada 3,605 views

Nama surah Al-Hasyr secara bahasa berarti ‘pengepungan’ atau ‘pengusiran’. Mengapa surah ini dinamakan Al-Hasyr? Asbabun nuzul apakah yang melatar belakangi turunnya surah Al-Hasyr? Untuk itu teman-teman, jangan lupa scroll sampai bawah, ya.

Sebelum kita bahas asbabun nuzul atau peristiwa yang melatar belakangi turunnya surah al-Hasyr, alangkah baiknya kalau kita kepoin dulu rincian umum surah ini. Surah Al-Hasyr merupakan surah Madaniyah. Terkait pengelompokan surah ini, terdapat beberapa pandangan. Pertama, ada yang mengatakan perbedaan antara surah makkiyah dan madaniyah terletak pada tempat di turunkannya surah tersebut. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa perbedaannya terletak pada periode di turunkannya, sebelum Rasul hijrah tergolong surah makkiyah dan setelah Rasul hijrah tergolong surah madaniyah meskipun turun setelah peristiwa Fathul Makkah.

Seperti yang telah tertulis di atas, surah Al-Hasyr berarti ‘pengepungan’ atau ‘pengusiran’. Nama ini terkait dengan peristiwa yang terkandung di dalam surah tersebut. Surah ini juga memiliki nama lain, yakni surah ‘Bani Nadhir’ karena di dalamnya menceritakan tentang pengusiran Bani Nadhir dari kota Madinah Al-Munawwarah. Bani Nadhir sendiri merupakan salah satu kaum Yahudi yang menempati Madinah. 

Baca juga: Perang Badr I

Berdasarkan kitab Al-Asas Fii at-Tafsir halaman 5811 (bittashorruf), pada saat Rasulullah saw sampai di kota Madinah, beliau bercita-cita ingin mempersatukan hubungan persaudaraan antara orang-orang yang ada di Madinah. Karena mereka masih hidup sesuai kabilah masing-masing. Mereka tidak saling mengenal antar kabilah dan memiliki prinsip ‘asal kabilah sendiri bisa hidup’. Sehingga Rasulullah saw. membuat kesepakatan Piagam Madinah untuk merealisasikan persatuan ini. Bani Nadhir termasuk kaum yang menandatangani piagam madinah ini dan berjanji tidak akan bersekutu dengan kaum-kaum yang hendak melawan Nabi. Akan tetapi, setelah perang Uhud, mereka melanggar perjanjian. Ada seorang utusan Bani Nadhir yang bernama Ka’ab bin Al-Ashraf pergi ke Mekkah dan bersekutu dengan kaum kafir Quraisy untuk melawan Nabi dan kaum muslimin. Kejadian ini diketahui oleh malaikat Jibril, kemudian sampai kepada Nabi Muhammad saw.

Baca Juga:  Pelaksanaan Shalat Id di Tengah Pandemi Covid-19

Sikap Nabi setelah mengetahui rencana-rencana mereka adalah tetap diam selama 10 hari. Sebenarnya, berdasarkan piagam madinah, apabila ada yang melanggar, maka kaum itu diusir dari Madinah. Namun, Nabi masih diam dengan tujuan memberikan mereka waktu untuk meninggalkan Madinah.

Ternyata kabar tentang pengkhiatan Bani Nadhir ini telah sampai ke telinga orang-orang munafik (orang islam yang pura-pura menampakkan keislamannya). Para munafik ini mencegah Bani Nadhir keluar dari Madinah dan mengatakan mereka akan membantu Bani Nadhir untuk melawan Nabi. Karena jika Bani Nadhir meninggalkan Madinah, maka mereka tidak akan bisa kembali lagi ke Madinah. Karena dorongan dari kaum munafik ini, Bani Nadhir memilih untuk bertahan di Madinah. Sebaliknya, mereka malah menentang Nabi dan mempersilakan kaum muslimin jika ingin memerangi mereka. Mereka berani menawarkan perang kepada kaum muslimin karena mereka yakin orang-orang munafik akan menolong mereka.

Baca juga: 7 Golongan Orang Meninggal dalam Keadaan Syahid/

Akhirnya, Nabi saw. memerintahkan kaum muslimin untuk mengepung benteng pertahanan Bani Nadhir. Akan tetapi, kejadian ini tidak menimbulkan perang antara kaum muslimin dan Bani Nadhir. Nabi SAW diberikan wahyu langsung untuk menghancurkan rumah-rumah Bani Nadhir dengan tujuan agar mereka jera. Pada saat itu, Bani Nadhir masih merasa hebat karena masih bergantung kepada pertolongan dari orang-orang munafik. Akan tetapi, pertolongan tak kunjung datang, sedangkan rombongan Nabi telah sampai di depan benteng mereka.

Setelah itu, Bani Nadhir menyerah karena situasi mereka sangat terjepit. Mereka memilih untuk pergi dan meminta supaya tidak ada peperangan. Kemudian, Nabi saw. mempersilakan mereka pergi dengan syarat, mereka hanya boleh membawa barang bawaan yang cukup dipikul oleh unta-unta mereka. Namun, meskipun mereka telah terusir, mereka merasa kecewa atas perbuatan kaum muslimin yang membakar rumah-rumah mereka. Padahal, perlakuan tersebut tak lain karena kesalahan mereka sendiri. Hanya saja, perlakuan tersebut terjadi melalui tangan-tangan kaum muslimin.

Baca Juga:  Hukum Membaca Do’a Khotmil Qur’an Saat Ada Juz yang Belum Selesai Dibaca

Nah, jadi begitulah kisah di balik turunnya surah Al-Hasyr. Semoga kisah ini bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua. Wallahu A’lam bisshowab.

 

Oleh : Mutiara Nurul Azkia

Referensi:

Sa’id Hawa, Al-Asas Fii at-Tafsir, halaman 5811 (bitashorruf)

Imam Suyuti, Ad-Durrul Mantsur Fii at-Tafsir bilma’tsur, halaman 90 (bitashorruf)

Ja’far Syarifuddin, Al-Musu’ah Al-Qur’aniyyah, halaman 185-190 (bitashorruf)

Ibnu ‘Asyur, At-Tahrir wa at-Tanwir, halaman 63 (bitashorruf)

Photo by Masjid Pogung Dalangan on Unsplash