“Warson gawe apa Cung? Kowe gawe kamus sing tenanan yo. Ora kena gawe kamus mung elek-elekan. Mbok cetak terus kok dol. Kudu sing apik tenan. Mengko nak ana sing ra ngerti takono aku.” (K.H Ali Maksum) Lahirnya kamus Al-Munawwir merupakan salah satu bukti kemampuan bahasa Arab Kyai Warson yang mumpuni.

Masyarakat Yogyakarta khususnya warga Nahdliyin tentu saja mengenal sosok KH. Asyhari Abta. Ia adalah seorang Rois Syuriah PWNU DIY yang sangat disegani oleh masyarakat dan santri-santrinya. Tetapi banyak yang tidak tahu siapa sosok yang selalu berada disampingnya untuk menemani setiap perjuangannya. Ia adalah Ibu Nyai Muthi’ah. Ibu Nyai Siti Muthi’ah

Kalangan pesantrren tentunya tidak asing dengan ulama satu ini. Nama aslinya adalah Abu Bisyr Amr bin Utsman bin Qanbar Al-Bishri yang lebih dikenal dengan nama Imam Sibawaih. Lahir di Baidha–yang sekarang disebut Iran–pada tahun 761 M  dan wafat di kota Shiraz pada tahun 793 M. Imam Sibawaih merupakan salah satu

Muhammad Sa’id ibn Mula Ramadhan ibn Umar Al-Buthi atau kerap dikenal dengan nama Syekh Buthi, dilahirkan di Desa Jilka, Pulau Buthan (Ibn Umar), sebuah kampung yang terletak di bagian utara perbatasan antara Turki dan Iraq Buthan (Turki) pada tahun 1929 M / 1347 H. Pada saat memasuki usia empat tahun

KH Hasyim Asy’ari memiliki santri yang hebat-hebat, salah satunya yaitu KH Adlan Aly, Pendiri Pesantren Putri Walisongo Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, dan Ketua Umum pertama Jam’iyyah Ahli-Thariqah Al-Mu’tabarahan-Nahdliyyah, organisasi tarekat di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU). Mursyid Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah ini dikenal sebagai sosok yang wara’,