Dari Santri sampai ke Negeri Unta

Diposting pada 420 views

Drs. H. Agus Maftuh Abegebriel M.Ag lahir di Semarang, 1 Oktober 1955. Putra pertama dari pasangan KH Abdul Rasyid dan Ibu Siti Hidayah, Agus Maftuh kecil dibesarkan oleh kakek beliau dikarenakan sang ayah dan ibu kembali ke pesantren untuk melanjutkan menimba ilmu, KH Abdul Rasyid yang ikut  nyantri kepada Kyai Zubair Sarang dan Ibu Siti Hidayah ikut nyantri kepada Kyai Ma’shum Lasem. Sehingga tidak salah jika beliau memiliki kedekatan khusus terhadap kyai-kyai Jawa seperti KH Maimun Zubair, dan KH Ali Maksum.

Nama Agus Maftuh merupakan pemberian dari ayah beliau dan tambahan Abegebriel berasal dari nama putra keduanya yaitu Gebriel Hammada Rabbic Reynova yang sekarang ini lebih mahsyur dengan nama Agus Maftuh Abegebriel. Istri beliau Lukluul Muniroh dan dikaruniai empat orang anak yang bernama Nabila Azwida Faradisa, Gebriel Hammada Rabbic Reynova Lubna Feyla Affa, dan Ludivine Fahra Rabbeca.

Pak Agus Maftuh pernah mengenyam pendidikan di PP Futuhiyyah Mranggen Demak, kemudian menjadi mahasiswa di Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga. Memiliki latar belakang sebagai seorang santri, hidup di lingkungan pesantren, dan tumbuh berkembang menjadi akademisi terbentuklah sikap mandiri, kritis, dan ngopeni terhadap siapa saja.

Mengabdi selama 27 Tahun sebagai staf pengajar di Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga, beliau mengampuh mata kuliah Diplomasi dan Politik Luar Negeri, serta Studi Keamanan dan Pertahanan. Terdapat ketertarikan tersendiri dari pola mengajar beliau seperti menggunakan model 3 bahasa seperti bahasa Arab, Inggris, dan bahasa khas akademisi.

Pernah suatu ketika Pak Agus memberikan tugas kepada mahasiswanya untuk mencari kitab hadis tertentu namun bukan untuk dikaji lebih dalam namun justru disuruh untuk ber-selfi dengan kitab tersebut, “kata Pak Agus setidaknya kalian tahu dan pernah melihat kitab kitab tersebut sehingga mudah mengingatnya”, tutur salah satu mahasiswa beliau, Kang Redo. Kecintaan beliau terhadap isu-isu diplomatik, luar negeri, serta teroris memunculkan ide dengan Poros Saunesia (Saudi arabia- Indonesia), pada tahun 2004 dengan bantuan A. Yani Abeveiro beliau berhasil membuat buku yang membahas tuntas tentang terorisme dan isu-isu timur tengah dengan judul “Negara Tuhan = The Thematic Encyclopedia” menghadirkan sejumlah bukti (evidence) yang meyakinkan terkait upaya pendirian negara Islam (khilafah Islamiyah) di Indonesia.

Baca Juga:  Kucing dan Maimunah

Buku yang isinya sekitar 1000 lembar ini sukses mengantarkan beliau menjadi Dosen Tamu di Monash University Melbourne dengan kajian Global Terorism Centre pada tahun 2006 dan juga Dosen Tamu Internasional Islamic University Islmabad Pakistan pada tahun 2011. Selain buku Negara Tuhan, beliau juga pernah mnerjemahkan buku Devil’s Game Orchestra Iblis: 60 tahun Perselingkuhan Amerika-Religius Ektrimis karya Robert Dreyfuss, dan menjadi editor buku Islam Kosmopolitan karya KH Abdurrahman Wahid.

Pada tahun 2016, melalui rekomendasi ketua DPP PKB Muhaimin Iskandar yang lalu beliau mendapat surat keputusan resmi dari Presiden Joko Widodo untuk menjadi Duta Besar Luar Biasa yang berkuasa penuh Republik Indonesia untuk Kerajaan Arab Saudi yang juga merangkap sebagai OKI (Organisasi Kerjasama Islam).  Setelah diangkat menjadi Dubes pengabdian, kebijakan, dan kontribusi beliau sangat dirasakan oleh masyarakat Indonesia seperti halnya Raja Salman berkunjung ke Indonesia, membebaskan korban hukum pancung para TKI, Indonesia menjadi tamu kehormatan dalam Festival Janadriyah, penambahan kuota haji, Presiden Jokowi mendapat kehormatan untuk masuk ke Ka’bah dan Makam Rasulullah yang memang bukan sembarang orang diperbolehkan masuk kesana, penambahan kuota jamaah haji, dan lain sebagainya.
“Jangan pernah kalian tinggalkan Al-Mulk dan Al-Waqiah setiap harinya pesan singkat Ibu Lukluul Muniroh istri beliau yang selalu disampaikan kepada kami teman-teman,”ujar Kang Redo yang juga merupakan salah satu anggota IMAFTA (Ikatan Mahasiswa Alumni Futuhiyyah Yogyakarta).  “Begitulah Pak Agus cerdas, lemah lembut, supel, dan ngopeni“ tambah Kang Redo.

Oleh: Alifia Ditya

Dikutip dari berbagai sumber dan wawancara M Zainul Arif (Kang Redo)

Baca Juga:  Mengenal Sosok Nahkoda Baru MUI