Imam Sibawaih Sang Ulama Nahwu

Diposting pada 416 views

Kalangan pesantrren tentunya tidak asing dengan ulama satu ini. Nama aslinya adalah Abu Bisyr Amr bin Utsman bin Qanbar Al-Bishri yang lebih dikenal dengan nama Imam Sibawaih. Lahir di Baidha–yang sekarang disebut Iran–pada tahun 761 M  dan wafat di kota Shiraz pada tahun 793 M. Imam Sibawaih merupakan salah satu ulama yang sangat berpengaruh dalam bidang gramatika Bahasa arab. Kendati demikian, Imam Sibawaih bukan berasal dari Arab, melainkan Persia sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa bahasa ibu yang digunakannya pun menggunakan bahasa Persia. Akan tetapi, Imam Sibawaih mampu melampaui penutur aslinya, bahkan menjadi pakar dalam bahasa yang terasa asing baginya. 

Di Bashrah, Irak ia berguru kepada seorang ahli bahasa yakni Khalil bin Ahmad al-Farahidi yang merupakan tokoh pertama pencetus gramatika bahasa Arab. Semasa hidupnya, Imam Sibawaih merupakan ulama yang produktif. Akan tetapi, hanya satu kitab yang tersisa yang diberi judul Alkitab dan judulnya itu pun pemberian oleh si penemu naskahnya. Itu semua karena dulu istrinya merasa cemburu sebab Imam Sibawaih lebih mencurahkan hidupnya untuk ilmu ketimbang istrinya sehingga ketika Imam sibawaih sedang pergi sang istri membakar buku-buku dan karya tulisan Imam Sibawaih, dan hanya tersisa satu kitab itu. 

Dari kontribusi besarnya dalam bidang gramatika bahasa Arab, beliau mendapat kemuliaan di sisi Allah. Sebelum Imam Sibawaih wafat, sahabatnya bermimpi Imam Sibawaih dipenuhi suka cita di alam kubur. Lalu ketika ditanya apa yang membuat beliau seperti itu, beliau menjawab bahwa itu karena pendapatnya yang menyatakan bahwa lafadz Allah adalah isim ma’rifat yang paling ma’rifat dari semua isim ma’rifat.  Masyaallah.. 

Berdasarkan kisah Imam Sibawaih, pelajaran yang dapat kita petik adalah memaksimalkan dalam menebar kebaikan dan mencari ilmu karena usia tidak ada yang tahu. Terbukti Imam Sibawaih ini wafat di usia 32 tahun. Hikmah lain yang dapat diambil dari kisah Imam Sibawaih adalah dengan banyaknya ilmu yang dikuasainya, tidaklah lupa jika itu semua adalah pemberian dari Sang Maha Pencipta, Allah Subhanahu wata’alaa.

Oleh: Nadiya Qothrunnada

Baca Juga:  Kisah Khotimat #4 : Tidak Hanya Mengaji, Santri Juga Mengabdi

Sumber:

Ilustrasi: suarr.id