Khadijah, Perempuan Quraisy dengan Kepiawaiannya dalam Berdagang

Diposting pada 45 views

Pada masa jahiliyah, profesi sebagian besar penduduk Mekah adalah berdagang. Perdagangan sudah menjadi aktivitas utama mereka. Para penduduk Mekah sangat piawai dalam urusan perdagangan. Pasar mereka tidak hanya di lingkup Mekah saja, tetapi sampai ke luar Mekah, utamanya Syam dan Yaman. Saat tiba musim panas mereka berdagang ke Syam, sedangkan saat musim dingin mereka berdagang ke Yaman. 

Seperti penduduk Mekah yang lain, Khadijah juga menekuni perdagangan. Bahkan, kepiawaiannya dalam berdagang melampaui kepiawaian penduduk Mekah laki-laki. Khadijah mulai konsentrasi untuk berdagang setelah suami keduanya meninggal. Allah memberikan berkah kepada harta dan perdagangannya sehingga hartanya melimpah ruah. Pedagang-pedagang dari Syam, Persia, dan Romawi banyak yang menantikan barang dagangan Khadijah karena baik kualitasnya, barang-barang pilihan, dan segala hal yang dibutuhkan tercakup. Barang niaganya berupa minyak wangi, kain sutera, dan makanan pokok yang dikirim ke daerah-daerah seperti Yaman, India, dan Persia.

Khadijah mengatur perdagangannya dari dalam rumahnya. Ia mengambil keputusan yang berhubungan dengan perdagangannya seperti membagi tugas, mencari calon pedagang dengan pengalaman yang luas, pemikiran yang matang, kecerdasan, ditambah pengetahuan yang mendalam tentang seluk beluk manusia. Khadijah mengetahuinya dari kerabatnya dekatnya seperti Hakim bin Hizam bin Khuwailid.

Khadijah adalah seorang perempuan dengan jiwa besar dan berhati jernih. Ia selalu membantu fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Meskipun kaya raya, rumah Khadijah selalu terbuka bagi siapa saja yang datang membutuhkan bantuannya, fakir miskin, kerabat, atau sahabat-sahabat dekatnya. Ia juga memberi makan orang fakir, memberi pakaian anak yatim, dan membantu orang-orang jompo. Hal ini menjadikan Khadijah dicintai oleh banyak orang. Selain itu, Khadijah juga menyampaikan nasihat-nasihat kepada mereka yang datang sehingga hatinya terasa tentram dan beban pikirannya berkurang.

Baca Juga:  Bagaimana Sejarah Perang Ghathafan?

Harta yang melimpah ruah tidak lantas membuat Khadijah terpukau dan silau dengan harta, semua hanya lewat saja baginya. Seluruh jiwa dan raganya hanya dipergunakan untuk hal-hal yang diridhoi Allah. Ia tidak pernah menyembah berhala seperti kaum jahiliyah lainnya. Saat kerabatnya menyarankan untuk meletakkan berhala di rumahnya yang megah, Khadijah hanya menjawab dengan senyum kewibawaan.

Hatinya merasa tenang dan sejuk saat ayat-ayat suci Taurat dan Injil dibacakan oleh putra pamannya, Waraqah. Ia selalu meresapi makna-makna ayat yang dibacakan. Mendengar kisah lelaki yang akan diangkat menjadi nabi, Khadijah berharap bisa menjadi pengikutnya, dapat melihatnya dan mempersembahkan apa yang dimiliki untuk menolong nabi tersebut. 

Oleh: Hanin Nur Laili

Photo by mostafa meraji on Unsplash