Kisah Khotimat #2 : Mondok Sambil Kuliah

Diposting pada 826 views

17 Januari 2019, Malam itu dalam keheningannya diruak kan dengan lantunan ayat ayat quran yang menggema disekitar musholla Barat. Tiap tiap santri dengan sungguh-sungguh dan lantang mulai menyiapkan diri untuk partisipasi terbaiknya dalam haflah khotmil Qur’an Februari mendatang. Salah satu dari mereka adalah Siti Lam’atun, yang akrab sekali dipanggil Mbak Atun yang merupakan salah satu santri yang menjadi calon khotimat bin-nazdri pada Haflah Khotmil Quran mendatang.

Menjadi calon khotimat bin-nazdri butuh perjuangan yang luar biasa, tanpa keyakinan dan kesungguhan tidak mungkin didapatkan dengan mudah. Salah satu syarat mengikuti bin-nazdri adalah mengkhatamkan Al-Qur’an 30 juz yang disorogankan ke roisah. Perjuangan mengkhatamkan ini bagi Mbak Atun sangat berat ditambah beban pondok, kuliah, pasca KKN dan sebagainya. Namun, semuanya terselesaikan dengan baik.

Setelah dapat mengkhatamkan 30 juz bin-nazdri dengan roisah setiap santri mendapatkan jatah mengaji Alquran yang langsung disimak oleh Ibu Nyai Hj. Khusnul Khotimah Warson, kesempatan itu tidak disia-siakan  oleh Mbak Atun, dengan sungguh-sungguh dan niat tabarukkan, ta’dzim, dan ikhlas, rela mengantri dengan santri yang lain demi disimak Ibu, bahkan Mbak Atun sampai mengistiqomahkan tempat duduk mengantri yaitu di sebelah kiri nomer 3 hal itu dilakukan setelah mendengar tutur Ustadz di Komplek Q yang demikian “kalau kamu mau dikenal Ibu Nyai maka Istiqomahkan tempat dudukmu (pada saat pembelajaran)” , hal itu diistiqomahkan betul betul oleh Mbak Atun dengan harapan tidak lain adalah tabarukkan dengan Ibu Nyai.

Motivasi Mbak Atun mengikuti  bin-nazdri bukan tanpa alas an, tapi ada satu hal yang menyentuh hati akan pentingnya menjaga Alquran, ketika ada salah satu teman kamar yang berbicara dengan Mbak Atun seperti ini, “kamu semisal tidak bisa mendapatkan ijazah 30 juz bil hifdzi di sini (krapyak) setidaknya kamu dapat ijazah 30 juz bin nazdri karena Alquran itu tanggungjawab seumur hidup”. Dalam tekad Mbak Atun tidak ada hal yang tidak mungkin, masalah apapun insyaallah terselesaikan dengan baik jika kita melibatkan kepada sang Kuasa.

Baca Juga:  Muqoddaman dan Pembacaan Shalawat menuju Puncak Acara Harlah

Mbak Atun yang mulai masuk PP Al Munawwir komplek Q pada tahun 2015 di sambi kuliah di UIN Sunan Kalijaga fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Jurusan Sosiologi Agama, Mbak Atun sendiri memutuskan sendiri untuk nyantri di Al Munawwir khususnya komplek Q, setelah mendengar banyak cerita dan pencerahan dari saudaranya  yang tinggal di Krapyak, yang sebelumnya Mbak Atun sendiri tidak pernah menyangka akan menjadi santri pengarang kamus legendaris Kamus Al munawwir karangan alm K.H. Ahmad Warson Munawwir yang tidak lain adalah pendiri dan pengasuh PP Almunawwir Komplek Q. Rasa kebahagiaan, kebanggan, serta tanggung jawab tersendiri menjadi salah satu santri beliau meskipun tidak mendapati nyantri  semasa beliau masih hidup. Ada banyak sekali cerita, pengalaman pahit manis sebelum Mbak Atun memutuskan untuk nyantri di sini. Dorongan dan keinginan datang  dari kedua orangtua dan kakaknya untuk nyantri di Jogja khususnya di PP Al-Munawwir.

Dalam perjalanan nyantri di PP Al Munawwir Komplek Q sampai sekarang, banyak sekali kejadian yang tak dapat terlupakan oleh Mbak Atun. Seperti di awal pertama mondok bagaimana harus bertahan adaptasi dikamar, adaptasi dengan sistem pengajian disini, lingkungan sekitar dan lain lain, “Karena saya agak sensitif dengan sekitar jadi saya butuh adaptasi yang lebih,” jelas Mbak Atun.

Setelah beradaptasi banyak di sini mulailah mengikuti kegiatan-kegiatan pondok seperti halnya Madrasah Salafiyah, Sorogan kitab, pengajian Quran hingga pengajian bandongan. Karena nyantri di Krapyak adalah yang pertama, ada rasa grogi atau takut tidak bisa dengan teman yang lain. “ Untuk itu saya harus sungguh-sungguh dalam memegang prinsip mondok sambil kuliah, karena dalam kenyataannya memang itu terjadi kepada saya tanpa dipungkiri, memang hal yang demikian berat tapi dalam prinsip saya jangan pernah katakan tidak bisa sebelum kita mencoba,” tutur Mbak Atun dalam mengakhiri percakapan malam itu.

Baca Juga:  Kisah Ning Fah: Kedekatan KH. A. Warson Munawwir dengan Santri

Oleh : Alfia