Kisah Pernikahan Rasulullah dan Sayyidah Khadijah

Diposting pada 762 views

Sayyidah Khadijah adalah seorang yang memiliki akhlak terpuji, wajah rupawan dan harta gemilang. Hal itulah yang membuat Sayyidah Khadijah begitu terhormat, terpandang, dan terkenal di kalangan masyarakat Arab. Selain itu, Sayyidah Khadijah merupakan wanita cerdas karena telah memilih Rasulullah Saw. sebagai suaminya. Sebagaimana dituturkan Mbah KH. Maimoen Zubair—Sayyidah Khadijah telah mengamati tanda-tanda nubuwah dalam diri Rasulullah Saw. dengan tanda yang dibaca dalam kitab samawi sebelumnya dan kejadian yang disaksikan Maisaroh, ia memberanikan diri melamar putra dari Abdullah- Nabi Muhammad Saw.

Sebagai saudagar kaya dan terhormat, meskipun Khadijah telah menikah dua kali—suami pertama adalah Abu Halah at-Tamimi dan suami kedua adalah Atiq bin Aidz bin Makhzum. Sayyidah Khadijah disenangi banyak laki-laki dan berniat untuk mempersuntingnya. Namun, Sayyidah Khadijah memilih kepada Nabi Muhammad Saw. Dalam buku Membaca Sirah Nabi Muhammad dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih (M Quraish Shihab, 2018) disebutkan bahwa Sayyidah Khadijah memilih Nabi Muhammad Saw. untuk menjadi suaminya karena dia menilai bahwa Nabi Muhammad Saw. adalah sosok manusia yang sempurna kepribadiannya, baik lahir maupun batin. Bukan karena penampilannya secara sepintas.

Nafisah binti Munyah adalah sahabat Sayyidah Khadijah yang memiliki peran penting dalam terwujudnya pernikahan Rasulullah SAW dan Sayyidah Khadijah. Semula Sayyidah Khadijah curhat kepada Nafisah perihal perasaannya terhadap Nabi Muhammad SAW. Mulanya Sayyidah Khadijah minder dan ragu apakah Nabi Muhammad Saw. mau menerimanya atau tidak karena mengingat perbedaan status dan umurnya yang sangat mencolok berbeda jauh. Kemudian Nafisah meyakinkan Sayyidah Khadijah bahwa dia adalah orang yang pantas bagi Nabi Muhammad Saw. Nafisah kemudian menyusun rencana. Ia menemui Rasulullah Saw. dan menceritakan semuanya tentang perasaan Sayyidah Khadijah.

Baca Juga:  Cinta Kyai Mengubah Santri

“Muhammad, aku Nafisah binti Munyah. Aku datang membawa berita tentang seorang perempuan agung, suci, dan mulia. Pokoknya ia sempurna dan cocok denganmu. Kalau kamu mau, aku bisa menyebut namamu disisinya,” kata Nafisah kepada Rasulullah Saw., dikutip dari Bilik-bilik Cinta Muhammad (Nizar Abazhah, 2018).

Setelah menyampaikan lamaran, ia tidak meminta Nabi Muhammad Saw. untuk menjawab secara langsung pada saat itu juga. Rasulullah Saw. diberi waktu untuk memikirkan dan merenungkannya. Apa yang dilakukan Nafisah ini menjadi pintu dari perjalanan cinta Rasulullah Saw. dan Sayyidah Khadijah. Kemudian keluarga besar keduanya berdiskusi untuk menindaklanjuti apa yang telah disampaikan Nafisah. Akhirnya, kedua keluarga besar tersebut sepakat untuk menikahkan Nabi Muhammad Saw. dengan Sayyidah Khadijah.

Motivasi Sayyidah Khadijah memilih Nabi Muhammad Saw. menjadi suaminya karena kebahagiaan rumah tangga tidak ditentukan oleh banyak sedikitnya materi seseorang, namun ditentukan oleh kepribadian yang luhur, kematangan dalam berpikir dan bertindak. Dan sosok itu ada pada diri Nabi Muhammad Saw. Rasulullah Saw. menikah dengan Sayyidah Khadijah binti Khuwailid ketika berusia 25 tahun dan Sayyidah Khadijah berumur 40 tahun. Keduanya mengarungi bahtera rumah tangga selama kurang lebih 25 tahun. Hingga pada umur 65 tahun Sayyidah Khadijah dipanggil oleh Allah Swt, setelah 3 hari kematian paman beliau, Abu Thalib. Dalam rentang waktu itu, Rasulullah Saw. berumah tangga secara monogami—hanya dengan Sayyidah Khadijah saja dan tidak menikah dengan wanita lainnya.

Sayidah Khadijah adalah wanita mulia yang mempunyai jasa besar bagi perkembangan Islam. Orang pertama yang menemani, mendukung, dan menolong Rasulullah Saw. dalam mendakwahkan Islam sehingga Rasulullah Saw. memuliakan dan selalu setia kepada Sayyidah Khadijah, baik semasa hidupnya bahkan telah dipanggil Allah. Kemuliaan Sayyidah Khadijah terbukti dengan adanya isyarah atau kabar gembira dari Allah bahwa ia akan dimasukkan ke surga. Beberapa sahabat telah mendapat khabar surga saat mereka masih hidup, dan dari perempuan adalah Khadijah binti Khuwailid. Imam Hakim meriwayatkan hadis dari Urwah, dari Aisyah bahwa Rasulullah Saw bersabda:
أُمِرْتُ اَنْ أُبَشِّرَ خَدِيْجَةَ بِبَيْتٍ فِی الْجَنَّةِ مِنْ قَصَبٍ

Baca Juga:  Pentingnya Self Boundaries

Artinya: Aku diperintah memberi khabar gembira Khadijah dengan (disiapkannya) rumah di surga (yang terbuat) dari qashab (Zabarjad dan Yaqut). (HR. Hakim)

Dalam riwayat lain Rasulullah Saw bersabda:
بَشِّرُوْا خَدِيْجَةَ بِبَيْتٍ فِی الْجَنَّةِ مِنْ قَصَبٍ لَا صَخَبَ فِيْهِ وَ لَا نَصَبَ

Artinya: Berikan khabar gembira kepada Khadijah dengan rumah di surga dari qashab (Zabarjad dan Yaqut), tanpa ada kebisingan di dalamnya dan tidak ada kepayahan.

Imam Baihaqi dalam kitab Dalail al-Baihaqi meriwayatkan hadis bahwa, malaikat jibril datang kepada Rasul, menitipkan salam dari Allah dan darinya untuk Khadijah. Ia mengabarkan terbangun rumah di surga untuk ummil mukminin. Abu Hurairah berkata:

“Malaikat Jibril kepada Nabi Saw. Dia berkata, “Wahai Rasulullah, Ini Khadijah membawakan lauk makanan atau minuman, ketika dia datang sampaikan salam dari Tuhannya dan dariku. Dan, berilah dia khabar gembira dengan rumah di surga dari qashab (Zabarjad dan Yaqut), tidak ada kebisingan dan kelelahan di dalamnya.”

Waallahua’lam.

Oleh: Fina Izzatul Muna

Sumber:

Foto: by Nguyen Linh on Unsplash