Merajut Kisah di Pesantren

Diposting pada 77 views

Oleh : Zulfa Noor Hamidah

Hari ini adalah hari yang istimewa bagiku. Hari di mana tidak ada lagi tugas, organisasi atau kegiatan apapun yang menyibukkan hari-hariku. Kini aku bisa sejenak menghirup udara segar yang telah lama ingin aku rasakan. Sambil menatap pemandangan sekitar yang masih terjaga keindahannya, pandanganku tiba-tiba terhenti di sudut sawah yang sangat indah. Ada seseoraang yang duduk di sana sendirian. Karena penasaran, akupun menghampirinya. Setelah agak dekat, dia mendengar suara langkah kakiku kemudian menoleh ke belakang.

“Dinda?”, teriaknya setelah melihat ke arahku.

“Habibah”, jawabku kemudian.

Ya, dia ternyata adalah Habibah, teman masa kecilku dulu sewaktu aku berlibur di rumah pamanku. Tepatnya sudah enam tahun aku tidak bertemu dengannya. Di sini, di rumah pamanku, Tuban. Aku memang sengaja ke sini, karena aku ingin sejenak melepaskan kejenuhan yang telah menyita hari-hariku.

Setelah ngobrol banyak dengan Habibah dan menceritakan semua kejenuhanku selama ini, akhirnya Habibah mengajakku ke suatu tempat.

“Din, ayo ikut aku”, pintanya kepadaku.

“Ke mana?” tanyaku kemudian.

“Ke suatu tempat yang mungkin di tempat itu kamu bisa merasakan apa yang selama ini telah lama kamu inginkan”, jawab Dinda.

Tanpa berpikir panjang, aku pun mengikuti Dinda. Kita berdua pergi meninggalkan persawahan yang sedari tadi telah sedikit membuatku tenang karena keindahan pemandangannya.

Setelah beberapa menit, akhirnya kita sampai di suatu tempat. Pondok Pesantren Putra Putri “AL- FALAH” tulisan yang terpampang jelas di depan sebuah bangunan seperti asrama.

“Sekarang aku mondok di sini.” kata Habibah.

Dengan agak sedikit terkejut akupun mencoba mendengarkan penjelasan Habibah yang panjang lebar menjelaskan pondok pesantren tersebut. Sangat berbeda denganku. Aku bahkan lebih mementingkan tentang masa depanku, bagaimana nanti aku bisa menjadi orang yang sukses, bagaimana nanti semua orang bisa memujiku karena kehebatanku dan masih banyak lagi pemikiran-pemikiran yang bersifat duniawi. Aku sadar, mungkin itulah sebabnya selama ini aku tidak merasakan ketenangan bahkan ketenteraman di hatiku. Hampir setiap hari aku merasa gelisah yang entah apa sebabnya, padahal aku sudah menyelesaikan tugas dan kewajibanku tapi tetap saja rasa gelisah, tidak tenang itu selalu muncul.

Baca Juga:  Menyikap Budaya Konsumtif Secara Bijak dari Lagu ERK

Ibadahku masih perlu pembenahan, aku sering menyepelekan dan akhirnya aku jarang melaksanakan ibadah karena tuntutan kesibukanku. Hari itu juga aku ditawari menginap di pesantrennya Habibah.

“ Din, cobain deh nginep sehari saja di sini, kamu ikut kegiatannya biar kamu tahu nantinya, barangkali kamu bisa merasakan ketenangan ”, pinta Habibah kepadaku.

“ Bolehkah Bib, kalau nginep di pesantren sini? ”, tanyaku ke Habibah.

“ Sangat boleh, itupun kalau kamu mau ”, sambung Habibah.

“ Iya, aku mau ”, jawabku sambil tersenyum.

Tanpa berpikir panjang, aku menerima tawaran Habibah karena kalau boleh jujur, sejak perjalanan menuju ke pesantren tersebut aku sudah merasakan ketenangan. Dengan berjalan kaki, menyusuri jalanan yang di samping kanan kiri banyak pepohonan, sawah dan pemandangan lainnya yang selama ini jarang kutemui. Dan ketika sudah berada di pintu gerbang pesantren Al- Falah tersebut aku sangat senang, perasaan yang tidak tahu berasal dari mana, seakan-akan seperti berada di tempat yang aman, orang-orangnya ramah, serta suatu tempat yang aku inginkan selama ini. Ternyata tempat itu adalah pondok pesantren.

Kegiatan demi kegiatan aku ikuti meskipun tidak sepenuhnya, karena statusnya bukan santri di pesantren itu, tetapi aku sangat senang dengan semua kegiatan dan segala jenis ibadah yang diterapkan. Padahal selama ini aku belum pernah sama sekali mengikuti rangkaian kegiatan itu. Seperti dibangunkan tiap jam 3 pagi untuk melaksanakan tahajud, sholat lima waktu berjamaah, ngaji kitab, dan kegiatan lainnya. Justru selama sehari di situ aku seperti mendapatkan tarikan energi positif yang mampu menyadarkanku dan merubah sikapku yang selama ini telah jauh dari Allah. Itulah mengapa aku tidak pernah mendapatkan ketenangan kerena telah melalaikan kewajibanku selama ini.

Baca Juga:  Menghidupkan Ramadan dengan Tarawih

Akhirnya akupun sadar dan setelah menjadi santri sehari di pesantren tersebut aku memutuskan untuk menyusul Habibah, mondok di pesantren tersebut.