RASA INGINKU

Diposting pada 48 views

Senja sore itu mengiringi langkah seorang gadis yang sering di sapa Nurlela. Nurlela terus melangkah menuju masjid dekat rumahnya. Selain membantu ibu berjualan, Nurlela membantu abah mengajar majelis TPA di masjid dekat rumahnya. Sesampainya di masjid, lela memulai pengajian Alquran bersama anak-anak.

Usai membantu mengajar, Nurlela segera pulang. Ketika sampai di rumah, Sofiyana menyerahkan sebuah amplop yang berketerangan pengirim dari Universitas yang ia daftar. Pelan-pelan Nurlela membuka pemberitahuan surat tersebut, sambil tak henti-hentinya melantunkan do’a semoga menjadi kabar baik. Setelah melihat apa keterangan yang tercantum dalam surat, Nurlela tak kuasa menahan genangan air mata haru yang sudah ia tahan.

“Dek, alhamdulillah kakak diterima”, ujar lela.

“Iya kak, alhamdulillah yaa, kita harus segera beritahu ibu dan bapak”, balas Sofiyana.

 “Ibu..ibu, sini sebentar bu. Ada berita gembira buat kita semua”, ujar Sofiyana adik Nurlela. Sambil mencari ibunya hingga dapat. Lalu membawanya di ruang tamu. “Ada apa nak, tak usah menjerit-jerit, ibu sudah dengar. Ada berita bahagia apa ini Lel”, tanya ibu Marina kepada putrinya. Nurlela menjelaskan mengenai kabar diterimanya di universitas yang ia harapkan. Sang ibu ikut senang dengan berita itu.

Waktu sholat magrib telah tiba, keluarga Pak Bani berbondong-bondong menuju masjid. Usai sholat berjama’ah di masjid, Nurlela dan keluarga berkumpul bersama. Di perkumpulan tersebut, Nurlela memberitahukan berita gembira tersebut kepada sang bapak.

“Bapak, Nurlela ada kabar gembira buat Bapak. Kalau Lela keterima di universitas yang ada di Yogyakarta pak”, jelas Nurlela kepada bapaknya.

“Alhamdulillah, selamat ya nak. Semoga apa yang mejadi niat baik kamu nanti di sana terwujud. Pesan bapak, kalau bisa di pondok ya nduk, jangan ngekos. Selain mendapatkan pendidikan umum, bapak ingin anak-anak bapak memiliki pengetahuan mengenai agama. Bapak juga tahu keinginan lela membuka majelis pengajian untuk anak-anak kecil yang belum bisa mengaji. Benar tidak”, ujar Pak Bani.

Baca Juga:  Tambah Wawasan Santri, Komplek Q Adakan Seminar Kesehatan Reproduksi dan Mengolah Sampah Menjadi Rupiah

“Iya pak, tapi Lela memilih ngekos, karena ingin sambil bekerja pak. Agar Nurlela bisa membiayai kuliah Lela sendiri. Lela tak ingin merepotkan Ibu dan ba#pak, apalagi masih ada Dek Sofi yang mau naik kelas 3 SMA”, Jelas Nurlela.

Nduk dengarkan nasehat Bapak, Ibu setuju dengan Bapak. Jangan pikirkan masalah biaya, rejeki sudah ada yang mengatur. Untuk pendidikan sang anak, pastinya sudah menjadi tanggung jawab orang tua. Pasti akan ada jalan, lagian kenapa harus binggung, masih ada Abang Firman yang bekerja di kalimantan untuk mencari biaya pendidikan kamu dan adikmu”, jelas Bu Marina kepada putri keduanya.

###

Satu bulan telah berlalu, tibalah waktunya Nurlela berangkat ke Yogyakarta untuk menimba ilmu. Perasaannya bercampur aduk tak karuan, senang bercampur sedih. Nurlela sedih karena bapak dan ibunya tak bisa mengantarkan ke Yogyakarta karena ada hal yang memang tak bisa di tinggalkan.

Sampailah di Yogyakarta, Nurlela segera menelpon pamannya, untuk menemani sowan ke Bu Nyai. Sambil menunggu pamannya, Lela memberi kabar kepada orang tuanya. Menunggu balasan Bapaknya, namun sms yang masuk bukanlah dari sang bapak. Melainkan dari Wisnu kakak kelas Lela yand sedang mondok di Sumatera.

###

Tak terasa sudah sebulan lebih, Nurlela menimba ilmu di pondok yang Wisnu sarankan. Namun Nurlela belum betah di pondok walaupun Nurlela sudah pernah mondok. Nurlela selalu menyendiri di lantai 3, menikmati pemandangan dan semilir angin. Sambil menelpon orang tuanya, Nurlela mencurahkan apa yang sedang mengeluti pikirannya. Usai mendapat pesan dan semangat dari sang ibu dan bapak, Nurlela kembali menata niat, dan merenungi apa tujuan awal ia masuk kembali dalam dunia pesantren.

Baca Juga:  Berbeda untuk Saling Mengenal, Menerima dan Menghargai

Nurlela tak menyangka sudah hampir setahun menimba ilmu di kota orang. Nurlela mulai mebiasakan dengan hal-hal yang membuatnya semangat mengaji. Namun, ketika Nurlela mulai kendor niat mengajinya, ia ingat apa yang menjadi keinginan dan cita-citanya untuk membangun pondok pesantren agar anak-anak di desanya mendapatkan ilmu agama dan bisa mengaji. Banyak mbak senior yang terus memberi semangat, apalagi mengetahui keinginan nurlela.