Sebagai muslim yang taat, kedatangan Ramadhan tentunya merupakan sebuah hal yang membahagiakan. Betapa tidak, dengan menunaikan ibadah puasa ramadhan ada banyak sekali pahala berlipat ganda yang akan kita peroleh. Selain pahala yang berlipat ganda, kita juga akan merasakan kenikmatan dari melaksanakan puasa ramadhan, baik di kehidupan dunia maupun di kehidupan akhirat.
Kenikmatan di akhirat berupa ibadah puasa Ramadhan yang merupakan ibadah rahasia, tidak ada unsur pamer atau ingin dilihat oleh manusia lain layaknya ibadah yang lain dan hanya Allah saja yang mengetahui akan mendapatkan pahala langsung dari Allah SWT. Hal ini juga dijelaskan dalam HR. Bukhari 1034 dan Muslim 802/2, Rasulullah menyampaikan dalam hadits qudsi bahwa Allah berfirman, “Setiap amal anak Adam (yakni manusia) adalah untuknya, kecuali berpuasa. Karena sesungguhnya puasa itu adalah untuk–Ku dan Aku yang akan langsung membalasnya”.
Asraru Shaum dalam Kitabus Shiyam
Kenikmatan di kehidupan dunia berupa empat rahasia batin (asraru asshaum) yang bisa kita rasakan kenikmatannya langsung. Dalam Kitabus Shiyam karangan Syaikh Zainal ‘Abidin Munawwir Krapyak dijelaskan empat rahasia tersebut di antaranya adalah:
Pertama, Ghadul bashar. Puasa dapat meminimalisir dan membatasi jarak pandang terhadap suatu hal yang dianggap buruk dan dapat melalaikan hati untuk dzikrullah (mengingat kepada Allah).
Kedua, Hifdzu Lisan, mengatur lisan dengan menjaga tutur kata dari ucapan-ucapan tercela seperti berbohong, ghibah, namimah (adu domba), mencela atau berkata kotor dan kasar.
Menghindari untuk bertutur kata yang buruk sama halnya dengan kita menjaga makan dan minum dalam sehari-hari, hal ini kemudian juga dijelaskan pada hadits nabi yang berbunyi:
“Allah tidak akan segan-segan untuk mempersulit sumber kehidupan bagi seseorang yang tidak bisa menjaga tutur katanya”
Selain hadits tersebut, dijelaskan pula bahwa puasa merupakan tameng untuk diri kita agar terjaga dari hal-hal buruk. Namun, tameng tersebut tidak akan berfungsi menjaga diri kita selama kegiatan ghibah dan berbohong masih kita lakukan. Lalu bagaimana siasat agar kita terhindar dari ghibah dan berbohong itu?
Ingat dan sadarkan diri kita selalu bahwa “aku ki lagi poso” (saya sedang berpuasa/red), maka representasi dari puasa itu adalah pengaturan diri dan emosi untuk menjaga akhlak, emosi, terutama menjaga tutur kata agar terhindar dari perkataan buruk.
Ketiga, menjaga anggota badan, mulai dari pendengaran (telinga), tangan, kaki dan perut dari hal-hal yang menimbulkan dosa dari barang syubhat. Seperti dijelaskan dalam hadits dari Abu Hurairah yang berbunyi:
“Sesungguhnya puasa tidak hanya menjaga dari makan dan minum, tapi puasa juga harus menjaga dari hal-hal yang tidak berguna dan menjauhi hawa nafsu”
Banyak hal yang membuat puasa kita hanya mendapat lapar dan dahaga, yaitu ketika kita gagal dalam menjaga hal-hal kebatinan yang telah dijelaskan diatas. Contoh sederhananya adalah ketika malam hari sudah full ibadah, salat tarawih, nderes, dan dzikrullah tanpa putus, namun ketika siang tidak bisa bermuamalah dengan sesama secara baik. Misalnya saja masih membicarakan keburukan orang lain (ghibah) atau masih saja berkata bohong.
Keempat, ketika sudah berusaha menjaga diri dari hal-hal dhohir-bathin, maka setelah selesai Ramadhan kita tetap menjaga rasa Roja’ (mengharap) dan Khauf (takut). Karena kita tidak tahu apakah puasa kita diterima dan menjadi dekat Allah atau puasanya ditolak dan menjadi dibenci oleh Allah.
Maknanya adalah, sebagai hamba jangan terlalu menuntut Allah SWT atas kebaikan yang telah kita lakukan, karena kebaikan itu bukan jaminan posisi kita akan aman di surga. Namun, sebagai hamba kita juga jangan terlalu pesimis dengan ibadah kita, takut tidak diterima, takut tidak sah, sehingga menyebabkan timbul rasa malas beribadah.
Keempat rahasia puasa tersebut mengajarkan pada kita bahwa inti puasa adalah bukan tentang perut. Berpuasa untuk seluruh tubuh, puasanya mata, puasanya kaki, puasanya tangan, puasanya telinga, bahkan hati pun ikut berpuasa. Hukum puasa tidak hanya tentang syariat antara sah dan batal saja, karena puasa yang sah dari sebelum terbit fajar hingga terbenam matahari bukan jaminan diterima oleh Allah SWT. Melainkan puasa yang menyeluruh dari raga hingga jiwa (batin).
Wallahua’lam bisshawab.
Oleh: Syarifah Zaidah
Sumber: Bandongan PKR bersama Ustadz Izbik Muhammad