Dirampas Semena-mena

Diposting pada

Lagi, lagi, dan lagi. Belakangan ini sering terjadi perampasan privasi semena mena di gubug tua tempat aku mengaji. Sudah berulang kali anak kecil yang menjadi korban. Mereka syok dan sampai mau masuk kamarpun meminta tolong agar ditemani kakak pengurus yang lebih dewasa dan pemberani. Pelaku kejahatan privasi itu melakukan aksinya tepat di mana malam, sembari hari, dan waktu libur mengaji sehingga suasananya sangat sepi, seperti berjalan di tengah hutan tanpa cahaya setitikpun. Aku adalah seorang santri baru yang ikut mengaji di gubug tua itu, tetapi aku punya pengalaman yang sama ketika di pondok dulu. Aku ceritakan pengalaman itu kepada salah seorang pengurus dan akhirnya aku langsung diminta untuk memberikan ciri-ciri pelaku kejahatan kemaluan itu sambil melihat cctv.

“Tiara, emangnya dulu di pondokmu pernah ada kejadian seperti ini?”, tanya pengurus kepadaku.

“Iya mbak. Jadi ceritanya, tiba malam hari di hari Jum’at setelah kegiatan ada orang asing tiba-tiba masuk ke asramaku. Setelah itu, untungnya ada yang melihat. Jadi, bisa langsung diproses”, sebilah cerita yang aku bagikan kepada pengurus.

owh… yayaya, untung kalau begitu. Semoga kasus yang terjadi sama kita sekarang bisa cepat selesai dan gak ada lagi kejadian ini ya Tiara”, jawab pengurusku dengan harapan penuh.

Di hari setelah kejadian pertama, aku turut menyaksikan cctv tersebut. Tetapi sayang sekali karena hanya bayang-bayang hitam yang terekam. Salah satu pengurus yang bernama Mbak Lia berteriak dengan wajah sangat kesal karena belum mendapat petunjuk untuk memproses pelaku ke pangadilan.

“Percuma!”, ujar Mbak Lia.

“ Mbak, kenapa? Kok bilang percuma?”, kataku dan teman teman.

“Buat apa kita menonton cctv kalau hanya sepenggal kakinya yang terekam?!”, Mbak Lia dengan keras menjawab.

“Sudah Mbak Lia, setidaknya kita sudah berusaha mencari pelakunya”, ucap Iza, salah satu temanku.

“Iya Mbak Lia, benar apa yang dikatakan Iza”, ucapku  dan teman teman yang ikut menonton cctv guna meredam amarah Mbak Lia.

Mbak Lia pun akhirnya bisa kembali tenang, karena percaya kalau yang diucapkan teman-temannya itu benar. Untuk sebuah proses pencarian bukti-bukti butuh waktu yang agak lama.

(Klik page 2 untuk kelanjutannya)