Kesempurnaan: Aib yang Tertutup Rapat

Diposting pada

Manusia diciptakan dengan kedudukan yang lebih mulia dibandingkan dengan ciptaan Allah yang lain. Namun, di balik kemuliaan tersebut tentu terselip kelemahan/aib sebagai pembeda antara Sang Pencipta dan hasil ciptaan-Nya. Tak ada manusia yang sempurna dalam segala hal. Terlihat sempurna di satu sudut, namun lemah di sisi yang lain.

Sejatinya, kesempurnaan yang dilihat oleh sebagian manusia kepada sebagian yang lain merupakan bentuk keindahan tirai perlindungan dari Allah terhadap aib dan maksiat yang dilakukannya. Tirai perlindungan Allah ini ada dua macam; pertama, tirai yang mencegah seorang hamba dari perbuatan maksiat dan kedua, tirai ketika seorang hamba melakukan maksiat.

Pada umumnya, manusia awam cenderung meminta perlindungan terhadap Allah ketika mereka sedang melakukan maksiat. Hal ini dikarenakan mereka selalu didominasi pandangan mereka terhadap makhluk. Mereka mengharapkan berbagai kemanfaatan dari makhluk, seperti dihormati, dipuji, dan dicintai. Keinginan untuk meraup kebermanfaatan dari manusia lain inilah yang mendorong mereka untuk berbuat riya’, tamak, dan bersikap sombong demi mendapat berbagai penghormatan dan pujian. Sehingga, mereka tak suka apabila manusia lain mengetahui keburukan yang ada pada diri mereka, mereka takut martabatanya jatuh di hadapan manusia lain yang menyebabkan tujuan untuk mendapat kemanfaatan itu tidak tercapai. Manusia seperti ini telah melakukan kesyirikan yang samar, yang apabila dibiarkan akan menuntun dirinya keluar dari hakikat keimanan. Allah Swt. Berfirman: “Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka.” (QS. An-Nisa’:108)

Sementara itu, orang khusus yang mendapat hakikat keimanan dan tak bergantung kepada makhluk, cenderung berharap agar Allah menjaga bsisikan hati mereka agar tak melakukan maksiat. Hal ini disebabkan mereka hanya puas dengan pandangan Allah terhadap mereka, sehingga mereka takut kemaksiatannya akan memancing murkaNya dan menjatuhkan kedudukan mereka di hadapan Allah. Mereka juga sesekali meminta kepada Allah agar ditutupi maksiat yang mereka lakukan, baik di hadapan Allah maupun di hadapan manusia lainnya. Mereka malu kepada Allah telah terpelosok ke dalam jurang maksiat. Juga karena tak ingin manusia berburuk sangka terhadap mereka (orang-orang yang dekat dengan Allah) jika mengetahui keburukannya.

Demikianlah keagungan tirai Allah yang membuat kita senantiasa dihormati dan dihargai orang lain. Tanpa tirai itu, orang lain tak akan datang kepada kita dengan penuh keramahan karena mengetahui keburukan kita, sehingga mereka akan merendahkan kita dan justru berlari menghindar. Sebab itu, sepantasnya segala puji dan terimakasih dicurahkan kepada Dzat Yang Maha Menutupi aib, bukan kepada mereka yang menghromati kita. Karena, tak ada yang memuliakan kita dengan sebenarnya, kecuali Allah semata.

Oleh: Nur Kholifah

Foto: by Steinar Engeland on Unsplash