Sepertiga malam yang tidak pernah basa-basi Pada langit-langit hitam tubuh ini terdiam Kepala menengadah, hati berkecamuk resah Lirih terdengar suara perempuan mengeja ayat demi ayat penuh harap   Tubuh kami berlindung di bawah atap yang sama, Tangan kananku memegang kuas Sedang tangan kiriku memgang palet punuh cat dan berbekas Ku

Aku ini kenapa? Shubuh. Berduyun sempoyong berjalan menuju tempat wudhu. Menganggut-nganggut kepala di rekaat akhirnya. Pengajian di mulai. Blas. Seketika sudah tak terdengar apa-apa. “Wallahu ‘alam bishshowab” ajaib membelakakan mata. makan, bercerita, tertawa. Tertawa, bercerita, makan. Sampai senja kala, membuatnya berduyun-duyun kembali. Mengantri. Berjama’ah kembali. Terkantuk-kantuk lagi. Mengaji lagi. Terkantuk-kantuk

Rintik hujan seolah menyapu kesejukkan hari itu, Gemuruh badai terdengar serak memecah kehangatan… Berdamai dengan keadaan, Di kala hujan tak henti jua.. Tersudutlah aku dalam himpitan kesunyian, Tersingkirlah aku dari riuh kebersamaan… Aku kehilanganmu, Nada sumbang seolah mengisyaratkan kepergian… Kau lari begitu mudahnya, Dengan membawa segala harapan yang telah kau

Sorot lampu yang kian redup Setelah sekian lamanya ia hidup Dalam redupnya ia bertahan Sampai waktu itu datang Waktu dimana redup itu hilang Berubah menjadi gelap Yang tak terlihat Memang benar, Sesuatu yang hidup pasti akan mati Karena tujuan hidup itu mati Entah mati dengan bahagia Ataupun mati sia-sia Semua

Hari itu aku sangat sibuk, Bu Menerka  jumlah hari yang telah dilewati bersama Menghitung berapa kesempatan yang hilang Untuk sebuah pengabdian  yang seharusnya kulakukan Merutuki kebodohan Atas ketidaksadaran ada hal berharga yang kusia-siakan Aku membisu di keramaian Ketika  muncul pertanyaan apa balasan terbaik untukmu Sadar, bahwa terlalu banyak lelah yang

Suara rintihan bertajuk nestapa Teriakan membenarkan diri, Bahkan tak berwujud kasat mata Kedua telapak tangan terombang-ambing Seraya menjadi penopang kening Kemana mata mencari arah titik dosa Sementara keserakahan dan keangkuhan tetap merajalela Hitam adalah wujud diri Dan putih adalah jalan yang dipijaki Kemana jejak kaki akan menancapkan diri Ke kanan

Sudah hampir usai. “Sahur..sahur..” Empat pagi, terkantuk namun sekedar tiga kurma harus tetap di lahap masuk. Atau satu piring nasi dengan kecap, tak lupa telur mata sapi hangat dibuatkan ibu. Pula, hanya air putih karena terkantuk, terjaga semalam suntuk. Siang hari akan terus berkawan dengan lemas-lesu. Tidurnya orang berpuasa diganjar

Aku manusia… Yang berawal dari segumpal tanah dan segumpal darah, Lalu, ditiupkan padanya ruh agar ia mampu bergerak dan menjadi khalifah (pemimpin) bagi dirinya dan orang lain.  Aku manusia… Yang seiring berjalannya waktu, Bertegur sapa dengan dosa-dosa dunia, Melupakan ancaman-ancaman yang nyata, Membiarkan luka batin terbengkalai hingga menjadi dendam adanya.

Semua orang dilahirkan Memiliki emosi yang berbeda, Beban hidup yang berbeda, Serta kemampuan mental yang berbeda Tidak semua hal bisadiberlakukan secara umum,Tidak bisa disetujui, dianggap baik,dan bagus oleh semua orang. Semesta pasti punya tujuan Walau tidak menyenangkan, Tetapi dapat mendewasakan Karena Tuhan tidak pernah Mengambil apapun tanpa niatMenggantinya dengan sesuatuYang