Beranjak dewasa aku semakin paham dan takut sekaligus Kegaduhan antar mulut yang kudengar setiap hari semakin jelas dan nyata Menjadi jauh terpisah akan ruang dan waktu Bersama asa yang terus memaksa untuk menjadi nyata Bersama doa orang-orang yang dicinta Kerapuhan raga yang semakin nyata beriringnya waktu yang berlalu Menghapus jejak

Sunyi,sepi,tenggelam dalam angan Pengejar mimpi setengah ingin pergi Lari dan pergi dari belenggu tipu daya Dunia palsu penuh rekayasa kuasa Ada baiknya melihat ke dalam hati sendiri Mencari arti apa yang ingin dicari Namun akan habis masa nanti Mencari arti pada langkah kaki yang menjauh pergi   Warna apa yang

Tiap detik berselancar pada dimensi waktu Setiap detik yang senantiasa terluka menunggu pati Sungguh kematian itu bukan duka Tapi hati selalu was-was apakah kita sudah layak untuk mati Sedangkan kematian tidak menunggu kita untuk bersua Tuhan   Sujud demi sujud hanya gersang yang didapat Tak diimbangi sikap hati yang mahabbah

Aku masih bekelana di kota orang Penampakan kaki Menjelajah tanpa henti Dengan harapanku menyenangkan hati   Aku masih di sini Bersama waktu memutarkan diri Peradaban dunia berputar tanpa henti Beriringan fenomena alam berganti Baca juga Teguhkan Prinsip Kejar Karir Sejak Dini Aku masih di sini Ditemani mega merah yang hendak

Ibu apa kabar? Bagiku hari ini cukup melelahkan. Baru saja aku pulang kuliah, tak lama kemudian sudah di suruh mengaji saja ehehehe. Hidup di pondok itu campur aduk ya bu, seperti makan sop buah. Ada kalanya kita bahagia karena bertemu teman banyak, Ada kalanya pula kita harus bersabar karena peraturan.

Secerca tetesan kalbu Membasahi gelapnya bisu Pengap bersenandung pada malam Menghantarkan aliran kesunyian dalam temaram   Dengung gejolak memecah diri Gelap dalam ramai Bising dalam temaram Hanyut gebu terasa menggenggam   Sampai Sepupuk sinar datang Membawa indahnya kesadaran Akan kasih yang diberikan Sang Kasih Terpatri dalam jiwa yang bersih  

Bilamana mentari muncul di waktu pagi Kutelah melangkah menyusuri  hari Mentari melenggokkan menyemangati Diiringi syahdunya merpati bernyanyi   Walau batu tajam kutemui Walau angin pagi menusuk rusuk ini Walau hujan memandikan diri ini Walau ransel membebani raga ini  Baca juga KH. Ahmad Warson Munawwir, Sang Penulis Kamus Legendaris Namun, tak

Siapa yang tau dia akan datang  Yang secara tiba-tiba dia bisa menghilang  Siapa yang tau apabila telah berhenti Akan ada keindahan yang menanti Musim yang tak menentu  Sebuah kicau yang selalu ku rindu  Baca juga KH. Ahmad Warson Munawwir, Sang Penulis Kamus Legendaris Yang datang tanpa persetujuan  Yang hilang tanpa

Jika masih ada kesempatan rindu Kepada siapa seharusnya paling tertuju?   Aku rindu pada Tuhan Yang aku belum terlalu Mengenal-Nya dengan dalam Aku rindu pada kekasih Tuhan Yang aku belum mengetahui Parasnya dengan faham   Aku rindu pada ayah dan ibu Yang aku belum sempurna memberi Tanpa warna kelam  

Perempuan yang berhati malaikat Perempuan yang paling kuat dan hebat dihidupku Perempuan yang tulus menyayangi anak-anaknya Ibu Engkaulah Malaikat yang tidak bersayap tapi sangat bermakna Engkaulah Pelindung terbesar dalam hidupku Engkaulah kehangatan disaat aku lelap dalam pangkuanmu Kau relakan tubuhmu sebagai pintu masuk kami ke Dunia ini Kau hancurkan egomu