Hidup ini pasti dipenuhi dengan harapan manusia. Manusia yang hanya bisa berharap, merencanakan, dan berusaha. Namun, terkadang manusia itu tidak berani merencanakan karena takut jika kenyataanya tidak sesuai harapan. Apakah ketidakberanian itu normal karena ketidaktahuan ataukah penakut karena ketidakgigihan?
Cak Nun atau Mbah Nun adalah sapaan khas yang hampir semua orang mengetahui tentang beliau, salah satu tokoh ‘Kyai’ yang memberikan banyak petuah tentang kehidupan manusia di dunia. Salah satunya adalah yang akan kita pelajari bersama berikut ini.
Ada 3 langit yang manusia tempuh.
Langit pertama, yaitu hidupnya manusia yang tiap hari penuh dengan keinginan, memiliki rencana, dan memiliki harapan. Harapan itu sendiri memiliki tingkatan dan tingkatan terlemah adalah halusinasi dan fantasi. Jika harapan masih di tahap berhalusinasi dan berfantasi itu tidak bisa kemana-mana dan tidak bisa diapa-apain, namun jika harapan itu dikerjakan dengan amal shalih dan kerja keras maka harapan itu akan naik ke langit kedua (yang mana sudah berusaha), yaitu langit keyakinan.
Pada langit keyakinan ini terkadang keyakinan kita tidak tepat atau kita kurang yakin dengan apa yang telah kita lakukan sehingga harapan kita tidak terwujud dan akhirnya tidak bisa mencapai ke langit ketiga, yaitu langit kepastian. Langit kepastian itu sendiri bukan milik manusia, langit yang hanya milik Allah, otoritas Allah, yang mana termaktub pada lafaz lā ḥaula wa lā quwwata illā billāh yang bermakna tidak ada daya dan upaya (kekuatan) kecuali milik Allah, tidak dengan bi– yang lain.
Dengan hal ini, jangan kita lantas tidak berani ke langit keyakinan. Untuk menyambung dari langit harapan ke langit keyakinan itu kita bisa memakai ilmu, pengalaman, dan juga kerja keras. Tetapi, keyakinan itu sendiri juga jangan kebablasan ke kepastian, karena kepastian itu tidak pada tangan manusia. Kita jangan putus asa sehingga turun ke langit yang pertama, kalau kita sudah mengerjakan dengan benar, sesuai rasional, tetap kerja keras, tulus, dan jujur maka kita boleh bertahan di langit keyakinan tersebut.
Jika keyakinan kita pada hari ini belum terwujud sebagaimana yang kita hitung sebelumnya, itu tidak berarti besok juga tidak berwujud. Itulah yang dinamakan tawakkal dan sabar. Hal ini karena kita tidak memiliki kepastian di langit ketiga tersebut, karena itu adalah otoritas Tuhan. Jika apa yang kita yakini belum terwujud, kita tidak boleh mblendrek (putus asa) yang kemudian hanya terkapar di langit pertama yang hanya berangan-angan sehingga tidak berinisiatif untuk melakukan apapun. Kita harus tetap berusaha, bekerja keras, tetap memiliki harapan, dan harus membangun sesuatu.
Kemudian menjelang ke langit ketiga nanti, kita tawakkal-kan kepada Allah dan semoga Allah tidak tega dengan kita yang telah berusaha itu tadi. Kita boleh putus asa dengan diri kita dan dengan keadaan dunia yang kita hadapi. Tapi kita tidak boleh putus asa bahwa Tuhan itu Maha Penyayang, Maha Pengasih, Maha Pemegang Kepastian, dan Maha Pemberi Pertolongan.
Yang terpenting adalah yakin. Ibarat seorang pedagang yang sudah yakin pasti untung banyak, padahal keuntungan itu belum masuk sakunya. Pada dasarnya yang memasukkan ke saku itu adalah Allah. Pedagang itu tidak bisa memastikan bahwa keuntungan itu masuk ke saku, tapi dia hanya bisa meyakini bahwa keuntungan itu akan ia dapatkan.
Kita harus bisa membedakan keyakinan dengan kepastian, yang mana kalau bablas ke kepastian kita akan kecewa dan turun lagi ke langit yang pertama, akhirnya kita hanya bisa berfantasi, berhalusinasi, dan kemudian kita akan menyalahkan yang lain termasuk menyalahkan diri sendiri dan akhirnya kita tidak melakukan apapun.
Tetapkan harapan, lanjutkan dengan usaha, insyaaAllah Tuhan akan mengabulkan.
Oleh : Badi’atus Solichah
Disarikan dari :
Mbah Nun Menjawab #37