Dalam ceramahnya, Habib Novel Alaydrus menyampaikan bahwa hasad dapat menghapus kebaikan seseorang hanya dalam sekejap. Seperti halnya kayu yang dilemparkan kedalam kobaran api dan akan hangus seketika. Kebaikan yang sudah kita kumpulkan, seperti sholat dhuha dengan rajin, selalu shodaqoh bisa saja langsung hilang karena sifat hasad.
Rasulullah SAW bersabda:
اِياَّ كُم وَالحَسَدَ فَاِنَّ الْحَسَدَ يَاْ كُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَاْ كُلُ النَّارُ الحَطَبَ
Artinya: ”Jauhkanlah dirimu dari hasad karena sesungguhnya hasud itu memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.” (HR. Abu Dawud)
Diceritakan bahwa hasad adalah maksiat pertama yang dilakukan di surga, yaitu hasad iblis kepada Nabi Adam. Sifat hasad juga menjadi sifat pertama yang diwariskan oleh iblis. Ketika Nabi Adam diangkat oleh Allah menjadi seorang pemimpin, malaikat dan iblis diutus untuk bersujud kepada Nabi namun iblis menolak dan membenci Nabi.
Iblis pun melakukan segala hal untuk menjatuhkan Nabi, bahkan sampai sekarangpun iblis mewariskannya kepada setan untuk menghasut manusia agar manusia tidak menjadi pemimpin di surga nanti.
Hasad juga merupakan maksiat pertama yang dilakukan di dunia, yaitu hasad Qabil kepada Habil yang berujung pembunuhan Qabil terhadap Habil.
Lantas, bagaimana cara menghapuskan sifat hasad?
Rasulullah mengajarkan kita untuk ikrar di pagi hari dengan membaca:
اللَّهُمَّ مَا أَصْبَحَ بِي مِنْ نِعْمَةٍ أَوْ بِأَحَدٍ مِنْ خَلْقِكَ فَمِنْكَ وَحْدَكَ، لَا شَرِيكَ لَكَ، فَلَكَ الْحَمْدُ، وَلَكَ الشُّكْرُ
Artinya: “Ya Allah, nikmat apapun yang ada padaku di waktu pagi atau yang ada pada setiap makhluk-Mu, semuanya hanya dari-Mu semata, tiada sekutu bagi-Mu, bagi-Mu segala puji dan bagi-Mu segala syukur.”
Dengan begitu ketika orang lain mendapat nikmat, kitapun akan ikut merasakan nikmat tersebut. Karena kita mengamalkan rasa syukur kita atas pemberian Allah SWT.
“Kalau kita iri dengan orang lain atas nikmat lebih yang diberikan oleh Allah SWT kepada orang tersebut, lalu kita mengharap nikmat itu lepas darinya, itu tanda bahwa kita tidak puas atau tidak rela atas pembagian Allah SWT, “ imbuh Habib Novel.
Orang yang dalam keadaan seperti di atas sejatinya sedang dalam kondisi marah, tidak ridho terhadap nikmat Allah SWT dan yang lebih buruk bahwa orang tersebut sedang marah atau memusuhi Allah SWT. Naudzubillah, jangan sampai kita memiliki perasaan seperti itu. Jika mendapati orang lain yang diberi nikmat lebih oleh Allah SWT, hendaknya kita berbahagia dan ikut bersyukur.
“Lebih baik lagi ketika kita bisa ikut mendoakan agar orang tersebut mendapat nikmat tambahan, sehingga Allah SWT akan juga memberikan nikmat yang sama atau lebih kepada kita yang mendoakannya,” pesan Habibb Novel sebelum mengakhiri ceramahnya.
Oleh: Erin Riani
Sumber: