Kuliah Subuh Bersama Ustaz Tajul Muluk

Diposting pada

Jum’at, 17 Mei 2019, santri-santri komplek Q berbondong-bondong menuju musala barat bakda subuh. Pagi sekali sekitar pukul 05.30 santri-santri akan melaksanakan kuliah subuh. Pada kesempatan tersebut, Ustaz Tajul Muluk memberikan pengetahuan dan ilmu baru kepada santri Komplek Q. Apa saja yang disampaikan oleh Ustaz Tajul?

Pada saat selesai diciptakannya nabi Adam, Allah menunujukkan makhluk baru-Nya tersebut kepada para malaikat. Allah bertanya kepada para malaikat tentang nama-nama benda di surga. Para malaikat pun menjawab dengan kompak dan jujur. Mereka mengatakan, “kami tidak tahu kecuali sesuatu yang telah Engkau beritahu kepada kami, Sesunggunghnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa belum tentu malaikat tidak mengetahui apapun. Akan tetapi, maksud kalimat itu ialah tentang tahunya mereka hanyalah dari apa yang telah diberitahukan oleh Allah. Selain itu, kalimat tersebut juga bermakna bahwa pengetahuan mereka (malaikat-red) adalah terbatas. Para malaikat juga meyakini bahwa Allah adalah Yang Maha Tahu. Kalimat tersebut merupakan bentuk kesadaran para malaikat bahwa pertanyaan Allah tidak untuk dijawab, tetapi untuk mengukur level makhluk ciptaan-Nya yang baru, yaitu Adam.

Saat ini, tidak mudah menemukan pribadi yang memiliki karakter seperti malaikat—yang menjawab tidak tahu jika benar memang tidak ada yang diketahuinya. Sebagai contoh, ketika mahasiswa presentasi makalah kemudian ada yang bertanya. Kebanyakan mahasiswa langsung menganggapinya, seolah ia mengetahui tentang hal itu. Padahal, tidak jarang jawaban yang dilontarkan tidak sesuai dengan isi makalah.

Inilah kebiasaan tidak jujur yang sudah mewabah di kalangan kita. Seringkali, kita melontarkan hal-hal di luar pemahaman kita agar terlihat keren. Padahal dengan begitu kita telah menodai definisi keren. Alangkah baiknya, jika tidak tahu maka jawab saja tidak tahu, sebab kita telah membuang-buang waktu dengan jawaban yang berbeli-belit. Jika ditanyai sesuatu yang belum dipahami, sebaiknya jangan tergesa-gesa untuk menjawab, karena dikhawatirkan akan menjadi dhollun mudhillun, dia tersesat dengan jawabannya sendiri dan orang yang mendengarnya akan menyebarkan kesesatan tersebut.

Sifat jujur telah terdapat pada diri Nabi Muhammad SAW. Beliau tidak pernah menjawab pertanyaan para sahabat kecuali sudah mendapat jawaban dari Allah SWT. Sebab para Nabi terutama Nabi Muhamad jika berbicara tidak pernah berdasarkan hawa (kepentingan), tetapi berdasarkan wahyu. Para nabi telah memberikan teladan yang jelas. Ironisya, saat ini tidak sedikit yang berbicara hanya berdasarkan kepentingan, tanpa memperhitungkan kebenaran. Sahaabat nabi pun ketika menjawab pertanyaan tidak pernah lantas menjawab. Sahabat sering mengatakan “ما المسؤل أعلم من السائل” (tidaklah lebih tahu yang ditanya dari yang menanyai).

Suatu hari, sahabat nabi bernama Abdullah bin Abbas ketika di tengah dakwanya disanggah terus-menerus oleh salah satu jama’ah. Saking lelahnya beliau mendengar dan menanggapi sanggahan tersebut, Abdullah bin Abbas menunjuk ke budakknya dan berkata, “merdekalah engkau”. Orang yang menyanggah tersebut heran dan bertanya lagi mengapa Abdullah bin Abbas membebaskan budaknya. “Aku bersyukur, Allah tidak menciptakan aku sedungu engkau”, jawab Abdullan bin Abbas. Hal ini mengindikasikan bahwa orang yang banyak bertanya belum tentu menujukkan bahwa dia adalah orang pintar.