multaqa

Panel Session 2, Multaqa Ulama Al-Qur’an Nusantara

Diposting pada

Rabu (16/11/22). Masih di hari yang sama setelah Panel Session 1 berakhir, dilanjut Panel Session 2 dengan mengangkat tema “Pengalaman dan Tantangan Ulama Al-Qur’an Dalam Menyampaikan Pesan Wasathiyah di Nusantara”. Terdapat tiga narasumber yaitu KH. Sa’dulloh, S.Q, M. M.Pd. (Pesantren Al-Hikamussalafiyyah, Sumedang), Dr. KH. M. Afifuddin Dimyati, Lc. M.A. (Asrama Hidayatul Qur’an, Pesantren Darul Ulum, Jombang), dan Sheikh ‘Abd Al-Razzaq. 

“Banyak di antara mereka yang mendirikan pesantren tahfiz, sekolah-sekolah tahfiz tapi tidak ada guru yang hafal Al-Qur’an”, tutur KH. Sa’dulloh, S.Q, M.M.Pd., Pengasuh Pesantren Al-Hikamussalafiyyah, Sumedang sekaligus alumni Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak. Beliau bercerita bahwa beliau masih sering menjumpai banyak lembaga tahfiz tetapi masih belum jelas sanad keilmuan Al-Qur’annya. Hal ini menyebabkan ketidaktahuan seorang penghafal Al-Qur’an dalam mengetahui siapa gurunya dan akhirnya tidak memuliakan Al-Qur’an.

Dr. KH. Abdul Ghafur Maimoen, M.A. juga menegaskan bahwa sanad merupakan bagian dari ilmu. Apabila seseorang belajar tanpa mengetahui sanadnya, maka itu merupakan sebuah masalah. Karena adanya sanad yang jelas, maka akan berdampak pada etika dan moral seseorang dalam belajar Al-Qur’an.

“Sanad ini bagian dari agama, kalau orang yang belajar Al-Qur’an tidak punya sanad yang jelas alias ghoiru jalis ini musykilah”, tutur Prof Dr. KH. Abdul Mustaqim.

Dr. KH. M. Afifuddin Dimyati, Lc. M.A. menjelaskan tentang tugas penting para tahfiz yaitu mengajarkan Al-Qur’an karena ahlu Qur’an menjadi prioriter dalam berdakwah akan ilmu pengetahuan terutamanya Al-Qur’an. Kata beliau, “Seorang hafiz itu harus mengajarkan dan tidak boleh ia berhenti dalam menghafal.”

Namun, pembahasan tentang Al-Qur’an masih belum selesai sanpai di sesi ini. Masih ada panel session 3 dengan tema yang berbeda setelah selesainya panel session 2 ini.

Oleh: Zia Zahra Hudaya

Pictured by: Dokumentasi Media Al-Munawwir