Divisi Pengembangan Sumber Daya Santri (PSDS) Pondok Pesantren Almunawwir Komplek Q mengadakan kegiatan keputrian yang berlangsung di musala barat Komplek Q, Minggu (12/01). Kegiatan yang mengangkat tema “Pentingnya Thoharoh bagi Perempuan di Era Milenial” ini menghadirkan pengasuh Majlis Ta’lim Tarbiyatun Nisa’ — Hindun Zakiyah S. Ag. — sebagai pemateri.
Dalam hukum Islam, taharah beserta seluk-beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan yang sangat penting serta terkait dengan amal ibadah yang mengharuskan manusia dalam keadaan suci. Seperti yang dikatakan oleh Hindun Zakiyah S. Ag., “Taharah itu ilmu yang kelihatan sepele, tetapi itu menentukan sah atau tidaknya ibadah kita kepada Allah”.
Materi pertama dijelaskan terkait taharah dan permasalahannya. Beliau menyampaikan bahwa taharah dibagi menjadi dua hal; yang pertama adalah bersuci dari hadas dan yang kedua adalah bersuci dari najis. Bersuci dari hadas dapat dilakukan dengan berwudu, mandi wajib ataupun tayamum. Sedangkan bersuci dari najis dapat dilakukan dengan menghilangkan najis yang menempel pada badan, pakaian, dan tempat dengan tata cara yang sesuai dengan syara’.
Lanjut pada materi kedua yang membahas tentang alat yang digunakan dalam taharah, yaitu air. Dalam materi ini, Hindun Zakiyah S.Ag. menyampaikan bahwa air yang dapat digunakan untuk bersuci merupakan air yang bersih dan suci mensucikan atau yang turun dari langit dan keluar dari bumi. Berdasarkan tinjauan hukum, air yang digunakan untuk bersuci dibagi menjadi empat, yaitu air mutlak (suci mensucikan), air musyammas (suci mensucikan tetapi makruh), air musta’mal (suci tetapi tidak mensucikan), dan yang terkahir adalah air mutanajis (tdak suci atau terkena najis).
Materi ketiga adalah mengenai najis, mulai dari macam-macam najis, pembagian najis, hingga cara menghilangkan najis. Beliau menjelaskan tentang cara menghilangkan najis, dimana hal tersebut menyesuaikan dengan jenis najisnya. Seperti menghilangkan najis mugholladhoh yang harus membasuh najis dengan air sebanyak tujuh kali dan salah satunya dengan debu, najis mutawassithoh yang cara menghilangkannya dengan membasuh hingga wujud najisnya hilang, atau bahkkan najis mukhoffafah yang cara menghilangkannya hanya dengan percikan air.
Materi terakhir yang disampaikan oleh Hindun Zakiyah S. Ag. adalah tentang wudu, mandi wajib, dan tayamum. Beliau memaparkan tata cara wudu yang benar dan sesuai dengan syara’. Mengenai mandi wajib, beliau menyampaikan beberapa persoalan, dimulai dari hal-hal yang mewajibkan seseorang untuk melakukan mandi wajib, fardu-fardu ketika mandi wajib, hingga sunah-sunah yang dapat dilakukan ketika mandi wajib. Yang terakhir yaitu berkaitan dengan tayamum. Dijelaskan oleh beliau bahwa tayamum dapat dijadikan sebagai pengganti wudu dalam kondisi darurat dan memenuhi syarat-syarat diperbolehkannya tayamum. Beliau menegaskan bahwa dalam hal ini Islam memberikan rukhshah (dispensasi) sehingga tidak mempersulit pemeluknya.
Oleh: Husna Nailufar