Perjalanan Kamus Al-Munawwir

Diposting pada 1,648 views

Warson gawe apa Cung? Kowe gawe kamus sing tenanan yo. Ora kena gawe kamus mung elek-elekan. Mbok cetak terus kok dol. Kudu sing apik tenan. Mengko nak ana sing ra ngerti takono aku.” (K.H Ali Maksum)

Lahirnya kamus Al-Munawwir merupakan salah satu bukti kemampuan bahasa Arab Kyai Warson yang mumpuni. Hal ini tentu tak lepas dari gemblengan sang guru, Kyai Ali Maksum yang mendapat julukan “Munjid Berjalan”.

K.H. Ahmad Warson Munawwir mulai menulis kamus pada tahun 1957 ketika beliau berusia 23 tahun. Kamus Al-Munawwir diterbitkan pertama kali pada tahun 1973 masih dengan tulisan tangan dan baru sampai pada huruf dzal.

Proses penulisan kamus Al-Munawwir disusun berdasarkan makna dasar. Hal itu tak terlepas dari pengawasan Kyai Ali. Setiap kali Kyai Warson menyelesaikan beberapa halaman untuk kamusnya, beliu membawa naskah tersebut kepada Kyai Ali untuk diperiksa sembari Kyai Warson memijit Kyai Ali. Hal tersebut dilakukan terus-menerus hingga penulisan kamus selesai dikerjakan. Selain Kyai Ali, Kyai Zainal Abidin Munawwir, kakak Kyai Warson ikut serta berperan dalam pentashihan kamus Al-Munawwir.

Penerbitan kamus Al-Munawwir yang pertama dilakukan pada 1973 masih sampai pada huruf dzal (ذ) dan terdiri dari 500 halaman. Edisi pertama dicetak atas kerjasama beberapa pihak yaitu Universitas Islam Yogyakarta (UIY) Wonosari dan Pondok Pesantren Krapyak yang disambut baik oleh ketua MPR/DPR RI, Menteri Agama, dan Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul. Edisi ini masih menggunakan tulisan tangan untuk penulisan huruf Arabnya yang ditulis oleh K. H. Fadholi adik dari K.H. Nawawi, Ngrukem, Yogyakarta.

Sebelas tahun berselang, edisi lengkap kamus Al-Munawwir berhasil diterbitkan pada 1984. Kamus dengan tebal 1700 halaman tersebut diterbitkan dengan pembiayaan Kyai Ali atas nama Unit Pengadaan Buku-buku Ilmiah Keagamaaan Pondok Pesantren “Al-Munawwir” Krapyak Yogyakarta. Kamus tersebut kemudian didistribusikan secara mandiri dari tangan ke tangan.

Baca Juga:  Bapak Yusuf Thoha : “ Dhawuh Kyai, Nggih Nggih.”

K.H. Muslih Ilyas atau Bapak Muslih merupakan sosok yang berperan penting dalam proses panjang penerbitan dan pendistribusian kamus Al-Munawwir. Bapak Muslih saat itu masih menempuh pendidikan tinggi di UIN Sunan Kalijaga. Beliau tinggal dan nyantri dengan Kyai Ali. Beliau memulai distribusi kamus Al-Munawwir ke pesantren-pesantren. Hampir seluruh wilayah Jawa Timur disisirnya. Mulai dari Pasuruan, Tulung Agung, Trenggalek, hingga Surabaya. Namun demikian, penjualannya belum bisa dikatakan berhasil karena harga kamus yang terbilang cukup tinggi namun kebutuhan akan kamus belum sebanyak saat ini. Selain itu, pembeli dari kalangan kyai juga masih terbatas.

Proses komputerisasi naskah kamus Al-Munawwir telah dilakukan oleh K. H. Habib A. Syakur pada tahun 1992. Setelah itu pada 1997 dilakukan revisi kamus Al-Munawwir edisi 1984. Pada edisi kedua tersebut telah banyak mengalami penambahan kosa kata yang menyesuaikan perkembangan zaman.

Kamus Al-Munawwir sebagai salah satu kamus terlengkap juga menginspirasi lahirnya kamus-kamus lainnya. Antara lain, Kamus Kontemporer karya K.H. Attabik Ali dan Zuhdi Mukhdlor, Kamus Inggris-Arab-Indonesia Karya K.H. Attabik Ali, dan Kamus Arab-Indonesia Al-Bisri Karya Adib Bisri. Sedangkan pengembangan kamus Al-Munawwir sendiri saat ini telah melahirkan kamus Al-Munawwir Indonesia-Arab karya Kyai Ahmad Warson Munawwir dan M. Fairus Warson, Kamus Istilah Modern Al-Munawwir Indonesia-Arab karya Kyai Ahmad Warson Munawwir dan Kholid Arif Rozaq (Menantu Kyai Warson), serta kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Litthulab karya Kyai Ahmad Warson Munawwir dan M. Fairus Warson.

Kamus Al-Munawwir Indonesia-Arab telah terbit pada 2007 sebagai pelengkap dari kamus sebelumnya. Sedangkan kamus Istilah Modern Al-Munawwir Indonesia-arab mulai ditulis sejak tahun 2004-2017 dan diterbitkan pada 2018. Pembuatan kamus Istilah Modern ini sebagai bentuk ngestoaken dawuh Kyai Warson kepada Gus Kholid.

Baca Juga:  Sahabat Nabi yang Masuk Islam setelah Melihat Anjing Minum Susu

Lid, gaweo kamus istilah. Opo wae. Kanggo memperbanyak khazanah kamus Al-Munawwir.”

Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Litthulab yang merupakan ringkasan dari kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia adalah inisiatif dari M. Fairus Warson (Gus Nanang) karena dirasa kamus sebelumnya terlalu berat untuk pelajar. Sehingga beliau meringkas dari 1700 halaman menjadi 1000 halaman dengan memilah kosakata produktif saja. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Litthulab ini diterbitkan bersama dengan kamus Istilah Modern Al-Munawwir Indonesia-Arab. Selain kamus-kamus tersebut, masih ada perkembangan kamus Al-Munawwir lainnya yang saat ini sedang dalam proses. Antara lain kamus Hadis Al-Munawwir dan kamus Istilah Al-Qur’an.

Semua kamus yang telah tersebut di atas merupakan inisiasi dari Kyai Ahmad Warson Munawwir. Selain itu, dalam proses penulisannya Kyai Warson selalu melakukan pentashihan pada kata dasar dalam setiap kamus tersebut.

Keberadaan kamus Al-Munawwir selain menjadi rujukan bagi para pengguna juga menjadi jembatan antara Kyai Warson dan para santri yang tak sempat mengaji dengan beliau secara langsung. Dengan demikian ikatan antara Sang Guru dan santri tetap terjalin secara batin.

Sumber:

Jejak Sang Pionir Kamus Al-Munawwir Karya Khalimatu Nisa dan Fahma Amirotulhaq

Wawancara dengan Gus Kholid Arif Rozaq (Menantu Kyai Warson)

Oleh: Dewi Habibatul Alawiyah