Pendidikan Literasi Digital Pesantren, sebuah acara bincang milenial yang diadakan oleh pondok pesantren komplek Q (27/4/2019). Acara ini juga merupakan acara penutup di kegiatan April MOP yang merupakan serangkaian kegiatan dibulan april ini.
Acara yang dipandu oleh moderator Luai Ihsani Fahmi ini dimulai pukul 20.00 WIB, melibatkan seluruh santri komplek Q dan beberapa pemateri khususnya. Pemateri pertama yaitu Ustadz H. M. Ikhsanuddin yang merupakan Dekan Fakultas Ushuluddin IIQ An Nur dan ustadz PP Al Munawwir Krapyak, dan pemateri kedua yaitu Bapak Muhammadun, pimpinan redaksi Majalah Bangkit PWNU DIY.
Santri saat ini mengemban tanggung jawab yang besar. Mengapa demikian? Pesantren merupakan pertahanan paling kokoh di Indonesia pada waktu sekarang ini, tetapi pertahanan itu bisa roboh apabila anak-anak dari pesantren atau yang biasa disebut sebagai santri tidak melakukan perubahan. Nah, dari tanggung jawab tersebut Bapak Muhammadun dalam bincang milenial kali ini membahas tentang “Santri dan Tantangan Literasi Digital”. “Ketertarikan sikap individu dalam menggunakan teknologi digital saat ini guna membangun pengetahuan baru agar dapat berpartisipasi dalam masyarakat, inilah yang disebut dengan literasi digital,” terang Ustadz Muhammadun.
Pertumbuhan internet dan media-media informasi saat ini sangat luar biasa di kalangan masyarakat. Terdapat 129.919 video yang ditonton di youtube, terjadi 37.310 Gb lalu lintas internet, 55.799 pencarian pada google, dan masih banyak lagi hal-hal dalam media sosial yang terjadi dalam hitungan per-detiknya. Semua itu merupakan akses yang mudah dijangkau di era milenial saat ini. Lantas, bagaimana wajah dunia maya hari ini? Apakah semua media mempunyai tujuan yang sama? Atau semua media memiliki sasaran yang sama?
Media-media yang tersebar luas dan dapat diakses oleh siapa saja ini tujuannya adalah mempengaruhi, dan banyak dari media-media radikal yang bertentangan dengan pendidikan pesantren (ahlussunah wal jamaah) saat ini meluas ke berbagai santri guna untuk mempengaruhi dengan menggunakan ajaran-ajaran mereka dan secara halus dengan menyediakan informasi-informasi di media yang dapat diakses dengan mudah baik melalui sebuah tulisan ataupun video. Diantara media-media yang telah di sampaikan, pada bulan Maret 2019 memiliki pengunjung yang cukup banyak, seperti Portal Islam dengan pengunjung paling banyak 13.600.00, Era Muslim 9.900.000, Muslim.or.id 9.300.000, Rumaysho 8.300.00 dan Al Manhaj 6.250.000, jumlah pengunjung tersebut dalam setiap bulannya. Berbeda dengan media-media NU di dunia maya saat ini, di mana grafik dari jumlah pengunjungnya sangat rendah, diantaranya adalah NU Online dengan jumlah pengunjung per-bulannya 9.650.000, Islami.co 3.600.000. M.Moderat 1.550.000, Duta Islam 810.000 dan M.Media 440.000. Dapat dibandingkan bahwa pengunjung yang dimiliki oleh media radikal saat ini sangat banyak. Mengapa demikian? Karena mereka mampu mempengaruhi dengan meng-upload banyak konten per-harinya kurang lebih minimal 50 konten yang sesuai dengan kebutuhan konsumen atau pengunjung. Namun, produksi konten media NU sebatas tulisan, sebaliknya dengan mereka yang mampu memproduksi berbagai macam video.
Bagaimana dengan wajah media Islam perempuan? Media muslimah.or.id yang diakses terbesar saat ini mencapai angka di atas 4 juta sampai 5 juta per-bulannya. Media ini merupakan saudara dari muslim.or,id dan masih satu situs barisan dengan rumaysho. Kaum santri juga mamiliki media online Islam perempuan yang mampu bersaing dengan media Islam perempuan milik kelompok-kelompok radikal. Diantaranya adalah fatayatdiy.com dan mubadalahnews.com, secara performa baik rangking di alexa maupun jumlah pengunjung masih kalah jauh dengan media Islam milik kelompok radikal.
Santri sebagai generasi agent of change, sebagai subjek perubahan harusnya mampu memilih dan memilah bagaimana media informasi yang sesuai dengan ajaran-ajaran para masyayikh yaitu ahlussunah wal jamaah an nadliyah. Sehingga tidak mudah terpengaruh dengan media-media radikal yang berkembang pesat saat ini. Pada dasarnya, “Setiap orang saat ini ingin mengkonsumsi pengetahuan Islam yang diperoleh dengan instan dan mudah, contohnya ingin mengetahui hukum ajaran Islam bisa langsung diakses di internet. Begitu juga sebaliknya para santri masih mampu dan mau mencari pengetahuan itu diperoleh dengan cara mengaji dengan para kiai, membaca kitab-kitab rujukan, dan menggeluti ilmu pengetahuan di pesantren,” ujar Bapak Muhammadun. Itu semua merupakan contoh kecil yang dihadapi saat ini. Tanggung jawab seorang santri yaitu mengemban perubahan yang mampu melawan dan bersaing dengan media-media radikal melalui sebuah keberanian untuk menciptakan perubahan baik di kalangan masyarakat ataupun di dalam pesantren itu sendiri.
Oleh: Erfika