Selasa (29/10/24) Kepolisian Daerah (Polda) DIY dibanjiri ribuan santri dari sejumlah pondok pesantren di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tak hanya santri, kader ulama serta masyarakat sekitar ikut andil dalam aksi ini. Aksi yang digagas oleh PWNU Yogyakarta ini sebagai bentuk penyaluran rasa resah atas maraknya tindak kriminalitas karena beredarnya minuman keras yang merugikan masyarakat luas.
Aksi ini merupakan buntut dari kasus kekerasan yang dialami oleh 2 santri Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak pada Rabu (23/10/24). Korban mengalami pengeroyokan usai makan sate di Prawirotaman dan menyisakan luka akibat pukulan benda keras, bahkan salah satunya mengalami luka akibat tusukan benda tajam. Insiden kekerasan terhadap santri Al-Munawwir Krapyak dilakukan oleh sejumlah pelaku yang tengah mabuk setelah menenggak minuman keras.
Aksi yang melibatkan kurang lebih 14.000 orang dengan sebagian diantaranya merupakan 2% santri dari keseluruhan santri se-DIY ini, sekaligus sebagai solidaritas antar santri serta tuntutan keadilan atas insiden yang menimpa 2 orang santri pada Rabu (23/10/24). Setetes saja darah seorang santri jatuh karena tindak kekerasan, maka seluruh santri akan ikut serta meminta keadilan dan mengusut sampai tuntas. Selayaknya seorang santri, aksi ini bertajuk “Aksi Damai” sehingga jauh dari kata “demo” sebagaimana yang orang-orang lakukan pada umumnya.
Aksi damai ini dimulai pada pukul 10.00 WIB setelah terkumpulnya seluruh santri di halaman Kepolisian Daerah (Polda) DIY. Tak seperti demo, aksi ini didukung oleh segenap jajaran Polda dengan memberikan fasilitas seperti minuman, serta roti sebagai suguhan. Tak hanya itu, sepanjang jalan perjalanan santri Krapyak menuju aksi damai di Polda DIY, segenap aparat keamanan memberikan keluasan akses jalan yang sangat mudah.
Aksi dibuka dengan sapaan massa dan jargon oleh segenap tokoh. Dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Al-Quran serta menyanyikan Lagu Indonesia Raya, Ya Lal Wathon, dan Mars Banser. Setelah itu, barulah massa menyampaikan orasi yang dibacakan oleh perwakilan PWNU DIY, Ibu Nyai Hj. Ida Rufaida selaku jajaran pengasuh Pondok Pesantren Krapyak, dan pembacaan sikap santri yang dipimpin oleh perwakilan PW Ansor DIY dengan diikuti oleh seluruh massa.
Orasi-orasi tersebut berisi pernyataan resah atas kriminalitas yang menghantui masyarakat akibat beredarnya miras. Selain itu, sebagai seorang santri mempertegas bahwa hukum Al-Quran sudah jelas, miras memiliki kemudharatan yang lebih banyak dibanding manfaatnya.
Atas tuntutan ini, aksi damai meminta untuk membersihkan miras sebersih-bersihnya, dengan mencabut legalitas miras di seluruh penjuru DIY. Disampaikan oleh Koordinator Lapangan Aksi Damai, saudara Abdul Muis bahwa satu botol miras adalah seribu kriminalitas. Yang artinya sebagian banyak tindak kejahatan dan kemadharatan di dunia adalah sebab minuman keras.
Bapak Irjen Pol Suwondo Nainggolan, selaku Kapolda DIY menanggapi langsung aksi ini dengan menyampaikan rasa penyesalan dan simpati atas insiden yang terjadi dan menjelaskan bahwa pelaku kriminalitas insiden penusukan santri sudah ditangkap.
Menanggapi beredarnya miras di DIY, Kapolda menegaskan “yang ilegal sudah kami tindak. Yang perlu adalah jika sudah dirapikan oleh Pemda, maka tidak boleh lagi ada izin miras di Yogya.” tegas Kapolda di depan ribuan santri yang ada di depan Polda DIY pada Selasa (29/10/24). Kapolda menyebut, kepolisian sudah berkoordinasi dengan Pemda dan stakeholder terkait peredaran miras.
Aksi damai diakhiri dengan istighosah dan doa bersama. Sekitar pukul 11.30 WIB, massa aksi mulai membubarkan diri dengan tertib dan kembali ke tempat masing-masing setelah menyampaikan aspirasinya. Sebagaimana tajuk yang dibawanya: Aksi Damai, aksi ini bersih dari kegaduhan.
Pewarta : Hauriyatul Illiyyin
Foto: Arsip Media Komplek Q