Terima kasih Nabiku, Untuk perjalanan sangat jauh yang telah Engkau tempuh Untuk ujian kesekian yang telah Engkau tuntaskan Untuk cinta kasihmu yang tak pernah semu Terima kasih… Tanpa perjalanan jauhmu yang menembus langit ketujuh itu Mungkin rakaat sholat akan tetap tujuh puluh Dan bagaimana kami akan menunaikannya Sedang yang tujuh

Setelah beberapa saat lalu publik digegerkan dengan kabar pembakaran bendera berkalimat tauhid yang dilakukan oleh Barisan Ansor Serbaguna (Banser), hingga saat ini kabar tersebut masih menuai banyak berdebatan di kalangan ahli. Bahkan sejumlah golongan masyarakat ikut memberikan reaksi dengan berbagai persepsi dari adanya aksi tersebut. Terjadinya peristiwa yang bertepatan dengan

Aku berlari kencang melewati medan terjal jalan tak beraspal. Sesekali tersandung bahkan hampir menabrak pengemudi sepeda onthel yang lewat. Tapi itu semua tak menghalangiku untuk tetap melaju. Keringat sudah mengalir di pelipis bahkan sudah membasahi kerudungku. Tak sabar rasanya untuk segera membuka surat ini. Surat beramplop coklat sama seperti yang

Syekh Bilal dalam diskusi panel Muktamar Pemikiran Santri dengan tema Pesantren, Women Ulama, and Social Trasformation : Challenges and Prospects memaparkan berbagai faktor melemahnya masyarakat Muslim di mata Barat. Menurut Syekh Bilal ada faktor internal dan eksternal yang menjadikan Islam moderat menjadi Islam yang begitu menakutkan. Beberapa faktor internal tersebut

Sabtu (13/9) Komplek Q mengadakan acara Ngaji Bencana dalam rangka Harlah ke 30 Komplek Q. Ngaji Bencana ini sebagai salah satu upaya edukasi kepada santri Komplek Q untuk bersikap dan tanggap dalam menghadapi bencana alam. Acara yang menarik sekali karena santri yang biasanya mengaji kitab, tetapi kaliini ngaji bencanadengan menghadirkan

Santri dan alumni dari Pondok Pesantren pasti merasa dekat atau mungkin ingin dekat dengan bapak dan ibu pengasuh pondok serta memiliki kenangan tersendiri yang melekat pada masing-masing individu. Setiap pengasuh memiiki cara masing-masing dalam mengajar santrinya. Seperti halnya Bapak K.H. Ahmad Warson Munawwir. Beliau telaten ngopyaki mengaji, sorogan, dan mengabsen

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al Baqoroh: 183) Ayat di atas adalah perintah Allah SWT yang mewajibkan orang-orang Islam untuk menjalankan puasa. Ayat