Halal Bi Halal atau Syawalan merupakan tradisi umat muslim untuk merayakan suasana Idul Fitri yang di dalamnya dipenuhi perasaan saling memaafkan dan saling menyayangi. Begitu juga dengan Pondok Pesantren Al Munawwir Komplek Q yang kembali mengadakan acara Halal Bi Halal pada Senin, 14 April 2025. Acara ini dimulai dengan pembukaan, pembacaan ayat suci Al Qur’an, Sambutan, dan maulid diba’ yang dipimpin oleh Bapak Agus Najib, S.Ag. Acara Halal Bi Halal di Komplek Q bertambah syahdu sebab tidak hanya diramaikan oleh santri, namun juga dihadiri oleh seluruh asatidz dan KH. Habib Abdus Syakur, M.Ag sebagai mauidhoh hasanah yang ternyata beliau juga merupakan santri KH. Ahmad Warson.
Hakikat ‘Ied dari seorang manusia
Dalam mauidhohnya, KH. Habib Abdus Syakur menyampaikan bagaimana hakikat ‘ied daripada seorang manusia. ‘Ied (عيد) berasal dari kata عاد dari kata عودة yang artinya kembali. Konsep kembali disini maksudnya adalah kembali menjadi manusia yang sebenarnya, menjalankan fitrah sebagai seorang manusia yang dikehendaki oleh Allah SWT serta bagaimana cara memenuhi kriteria manusia yang kembali tersebut menurut Al Qur’an.
KH. Habib Abdus Syakur menyampaikan terdapat 4 macam “konsep manusia” yang disebutkan dalam Al Qur’an, yaitu Basyar, Ins, Insan, dan Nas. Setiap penyebutan dengan kosa kata yang berbeda di dalam Al Qur’an tersebut, memiliki makna yang berbeda pula.
Empat macam manusia menurut Al Qur’an
Yang pertama adalah penyebutan manusia dengan kosa kata Basyar yang hampir sama artinya dengan Basyarotun yang artinya adalah ‘kulit’. Sesuai dengan QS Al Kahfi ayat 110 bahwa dikatakan Nabi Muhammad SAW adalah sama dengan manusia seperti kita, namun hanya dalam hal biologisnya saja atau case nya saja. Yang membedakan adalah hatinya dan jiwanya yang dibuktikan dengan diberinya wahyu kepada Nabi Muhammad SAW. Ini menunjukkan bahwa semua manusia memiliki fisik yang sama namun diberi karunia jiwa yang berbeda.
Yang kedua adalah penyebutan manusia dengan kosa kata Al Ins yang diartikan sebagai sesuatu yang menyenangkan atau dalam bahasa jawa disebut sebagai ngrasanke. Sebab fitrahnya seorang manusia adalah memberi cahaya dalam artian adalah menebar kebaikan, bukan menebar kegelapan dalam artian keburukan seperti sifat yang dimiliki al Jinn.
Yang ketiga adalah penyebutan manusia dengan kosa kata Al Insan. Konsep Al Insan ini bermakna manusia sebagai makhluk yang memiliki badan untuk melaksanakan pekerjaan dan memiliki iman untuk melaksanakan ibadah. Sejatinya manusia telah diberi tugas oleh Allah SWT di bumi sebagai seorang khalifah yang harus menjaga dan memakmurkan bumi. Ini menunjukkan fitrah manusia yang pasti berhadapan dengan alam dalam hidupnya. Sedangkan kewajiban seorang manusia adalah menjadi seseorang yang memperjuangkan kebahagiaan di akhirat dengan menggunakan iman sebagai alat penghambaannya. Ini menunjukkan fitrah manusia sebagai seorang hamba yang berhadapan dengan Allah SWT. Keduanya, tugas dan kewajiban tersebut kena dilaksanakan secara seimbang (balance).
Yang terakhir adalah penyebutan manusia dengan kosa kata An Nas. Dalam ilmu nahwu, kata Nas merupakan isim mufrod namun sifatnya adalah jama’ (banyak). Ini artinya, sebagai seorang manusia mustahil untuk dapat hidup dengan dirinya sendiri sebab fitrah seorang manusia adalah makhluk sosial. Selain membutuhkan manusia adalah makhluk yang dibutuhkan. Oleh karenanya, tidak hanya memiliki perilaku ‘saling’ dalam pekerjaan fisik saja, namun juga harus disertai dengan kasih sayang sehingga sempurna fitrah seorang manusia baik dimata manusia lain dan tentu di mata Allah SWT.
Mushofahah sebagai wasilah pelebur dosa
Setelah diberikan doa sekaligus oleh KH. Habib Abdus Syakur, acara Halal Bi Halal di Pondok Pesantren Al Munawwir Komplek Q diakhiri dengan mushofahah yang dikatakan dalam suatu maqolah bahwa saling bersalaman dengan sesama muslim dapat merontokkan dosa-dosa yang telah lalu. Selain sebagai momen untuk bertegur sapa kembali dengan teman, mushofahah juga sekaligus untuk memberi pesan bahwa menjadi manusia adalah wajib untuk saling memberikan maaf dan memberikan kasih sayang.
Redaktur: Manazila Ruhma
Foto: Arsip Media Komplek Q