Halal dan Thoyib ~ Pada hari Minggu kemarin, telah diadakan sosialisasi empat pilar MPR RI yang membahas tentang ‘Jaminan Produk Halal sebagai Upaya Menjaga Keharmonisan Hubungan Antarumat Beragama’. Acara tersebut mendatangkan beberapa narasumber, yaitu Prof. Dr. Makhrus Munajat yang merupakan Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga sekaligus ketua komisi fatwa MUI wilayah Yogyakarta dan ibu Dr. Fatma Zuhrotun Nisa, S. TP, MP yang merupakan dosen Prodi Gizi Kesehatan UGM sekaligus auditor halal LPPOM MUI wilayah Yogyakarta.
Pak Dr. Hilmy Muhammad, MA, selaku anggota MPR RI wilayah Di Yogyakarta mengemukakan bahwa saat ini di Indonesia sedang marak mendebatkan masalah logo halal. Padahal, ada hal yang lebih penting yang harus kita kaji, yaitu perihal kriteria makanan halal itu seperti apa, mengingat minimnya pengetahuan masyarakat tentang kriteria makanan halal. Untuk itu, adanya seminar empat pilar kemarin diharapkan dapat membuka jendela pengetahuan kita, khususnya santriwati komplek Q, tentang bagaimana kriteria makanan yang halal dan thoyib.
Pada kesempatan tersebut, pak Makhrus menceritakan pengalaman pribadinya saat hendak membeli roti bakar. Beliau memilih salah satu penjual roti bakar yang menggunakan baju muslim. Setelah didatangi, beliau melihat bahan-bahan yang digunakan, mulai dari roti, margarin, dan selai. Semua bahan yang digunakan sudah tercantum logo halal. Saat beliau bertanya kepada penjual mengenai kuas yang digunakan, penjual hanya menjawab bahwa kuas yang digunakan adalah kuas yang kualitasnya paling baik. Setelah itu, pak Makhrus meminta penjual untuk membakar kuasnya. Ternyata, kuas yang dibakar tersebut berbau rambut. Kuas yang berbau rambut sudah dapat dipastikan terbuat dari bulu babi. Jadi, meskipun bahan-bahan yang digunakan halal, tetapi apabila ada alat yang terdapat unsur haram (seperti babi) maka makanan tersebut dihukumi haram. Hal ini menunjukkan bahwa makanan yang halal itu tidak hanya dilihat dari zatnya, tetapi juga cara mendapatkan dan cara memprosesnya.
Saat ini, tidak semua makanan terdapat logo halal. Pak Makhrus memberikan tips bagaimana menyeleksi makanan yang hendak dibeli. Pertama, kita harus selektif memilih penjual makanan. Kalau bisa harus muslim. Kedua, jika ragu-ragu, maka tidak usah membeli makanan tersebut. Terutama pada makanan-makanan yang mengandung unsur daging, seperti bakso dan lainnya.
Kemudian, ibu Dr. Fatma selaku auditor makanan halal mengemukakan bahwa, semua manusia harus makan makanan yang halal dan thoyib, sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 88 dan Al-Baqoroh ayat 168. Ayat-ayat tersebut tidak hanya mengajak kita orang-orang Islam untuk mengonsumsi makanan halal dan thoyib, tetapi kepada seluruh manusia. Sekarang, para umat non-muslim sudah banyak yang menyadari bahwa makanan-makanan yang diharamkan dalam Al-Quran, seperti babi tidak baik untuk dikonsumsi dan mulai meninggalkan mengonsumsinya.
Di dalam Al-Quran telah jelas disebutkan beberapa makanan yang haram dikonsumsi, antara lain darah, bangkai,dan daging babi. Beliau memberikan tips memasak daging agar tidak tercampur darah, karena telah disebutkan sebelumnya bahwa darah dihukumi haram. Cara memasaknya adalah kita mendidihkan air terlebih dahulu, kemudian baru masukkan daging tersebut.
Selain yang telah disebutkan di atas, daging hewan yang disembelih tanpa menyebut asma Allah juga dihukumi haram. Pada hewan, ketika disembelih harus memutus setidaknya dua urat, yaitu urat makanan dan urat pernapasan. Apabila dua urat tersebut tidak putus, maka dihukumi bangkai. Alat-alat yang digunakan untuk memotong atau menyembelih juga tidak boleh digunakan bersamaan dengan daging babi atau anjing. Karena jika terjadi, maka daging itu dihukumi haram. Selain daging, ada juga khamr atau alkohol. Meskipun sedikit, alkohol tetap dihukumi haram dan sebaiknya dihindari.
Hikmah di balik menghindari makanan haram yang disebutkan dalam Al-Quran tidak lepas kaitannya dengan kesehatan manusia. Selain menjaga kesehatan, makanan haram dapat menghalangi ridha Allah Swt., menghalangi rezeki, menghalangi masuknya ilmu, atau menunda diterimanya doa. Oleh karena itu, penting sekali bagi kita, terutama umat muslim untuk mengetahui dan mengonsumsi makanan halal. Dengan tulisan ini, semoga kita bisa lebih selektif dalam memilih, membeli atau mengolah makanan halal.
–
Oleh: Mutiara Nurul Azkia
Photo by Arthur Osipyan on Unsplash