Awal tahun 2020 dunia digemparkan dengan virus yang berasal dari Wuhan, China bernama corona yang sekarang dikenal dengan sebutan Covid-19. Virus ini menyebar hampir ke seluruh negara di dunia tak terkecuali Indonesia. Mewabahnya Covid-19 di Indonesia menyebabkan pemerintah menghimbau masyarakat agar melakukan physical distancing dan self-isolation untuk mengurangi penyebaran virus ini. Selain itu, masyarakat juga dihimbau untuk selalu berperilaku hidup bersih dan sehat, salah satunya dengan rajin mencuci tangan dengan sabun atau dapat menggunakan hand sanitizer sebagai alternatif apabila sedang berada ditempat yang sulit ditemukan air dan sabun.
Berbicara mengenai hand sanitizer, sekarang banyak dijumpai di tempat-tempat umum yang menyediakan cairan bening berbahan dasar alkohol ini, tak terkecuali di masjid-masjid. Hal ini dilakukan sebagai upaya pencegahan penularan dari Covid-19 selain dengan memberi jarak ±1 meter dalam saff. Dilansir dari laman Center for Disease Control and Prevention, setidaknya 60 persen alkohol harus ada dalam komposisi hand sanitizer agar dapat mengatasi penyebaran kuman. Lalu bagaimana sebenarnya hukum memakai hand sanitizer dalam keadaan sudah bersuci dan hendak mengerjakan salat, mengingat komposisi utama dari hand sanitizer merupakan alkohol?
Terjadi khilafiyah (perbedaan) di antara para ulama mengenai hukum penggunaan sesuatu yang mengandung alkohol ketika salat. Sebagian ulama tidak memperbolehkan penggunaan alkohol dikarenakan hukum alkohol yang dianggap najis. Namun sebagian ulama memperbolehkannya sebagaimana tertulis dalam suatu kitab.
ومنها المائعات النجسة التي تضاف إلى الأدوية والروائح العطرية لإصلاحها فإنه يعفى عن القدر الذي به الإصلاح قياسا على الأنفحة المصلحة للجبن ومنها الثياب الى تنشر على المبنية بالرماد النجس فانه يعفى عما يصيبها من ذلك الرماد لمشقة الاحتراز
(الفقه على مذاهب الاربعة جز 1 ص19)
“Termasuk bagian najis yang dima’fu (yang dimaafkan) adalah cairan-cairan najis yang terdapat pada obat-obatan dan wewangian harum (parfum) untuk memberi efek maslahat padanya, maka dima’fu sebatas minimal memberi efek maslahat dengan diqiyaskan pada aroma yang memberi efek maslahat pada keju. Dan najis yang dima’fu juga yaitu pakaian yang terkena abu yang najis, maka itu dima’fu karena terkena abu itu sulit untuk dihindari.” (Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqhu ala Madzahibil Arba‘ah, juz I, halaman 19)
Pendapat ini dikuatkan dengan menggunakan salah satu kaidah fiqhiyyah, yakni
“إذا ضاق الأمر اتسع وإذا اتسع الأمر ضاق”
(Ketika sesuatu menyempit, maka hukumnya menjadi luas (ringan), dan ketika keadaan lapang, maka hukumnya menjadi sempit (ketat).)
Berdasarkan pendapat ulama dan kaidah fiqhiyyah di atas, maka penggunaan hand sanitizer dalam keadaan suci dan hendak melaksanakan salat diperbolehkan, mengingat hand sanitizer termasuk sebagai sesuatu yang dima’fu. Selain itu, penggunannya kini dilakukan untuk mencapai kemaslahatan yakni sebagai membunuh bakteri, kuman, bahkan virus — dalam kondisi yang sempit (dalam hal ini wabah Covid-19) seperti sekarang ini.
Sumber: Ustaz Agus Solkan
—
Oleh: Nur Kholifah
—
Foto: helathline