Puasa Ramadan hukumnya wajib dan wajib dibayar bila punya utang, baik utang puasanya maupun fidyah. Perlu kita ketahui bahwa kewajiban-kewajiban syariat melekat pada orang yang masih hidup. Sehingga dalam Islam ada haqqullah dan haqqul adami. Haqqullah berkaitan dengan kewajiban hambanya kepada Allah, sedangkan haqqul adami berkaitan dengan kewajiban terhadap sesama manusia.
Terdapat sebuah riwayat bahwa Rasullah pernah didatangi oleh sahabat dengan membawa jenazah sahabat lain yang meninggal. Sahabat itu ditanya oleh Nabi, apakah ia masih punya utang ataukah tidak. Sahabat menjawab bahwa jenazah tersebut tidak punya utang. Oleh sebab itu, Nabi berkenan untuk mensalatinya. Ada kesempatan lain, sahabat datang dengan membawa jenazah dan masih punya utang. Nabi tidak mau mensalatinya dan menyuruh sahabat saja.
Dengan adanya riwayat ini, para ulama menjadikan sebagai argumentasi bahwa orang yang masih punya utang puasa disamakan dengan kejadian tersebut. Padahal riwayat tersebut Nabi bertanya perihal utang uang. Sehingga beda sekali antara haqqullah dan haqqul adami.
Menurut para ulama bahwa orang yang punya utang puasa karena sakit dan tidak memiliki kesempatan untuk membayarnya hingga ia meninggal, maka kewajiban puasanya tidak langsung diambil alih oleh keluarga atau ahli warisnya. Lain lagi, ketika orang yang sakit punya kesempatan sembuh hingga ia meninggal, maka ia punya kewajiban untuk bayar utang puasa.
Baca juga
- Santri Memanggil: Santri Bergerak Seruan Aksi Damai
- SANTRI PUTRI MENDUNIA
- Puncak Harlah Komplek Q Ke-35
- Bersama Lora Ismael Al-Kholilie: Santri Masa Kini Masih Kurang Literasi, Jangan Ya Dek Ya!
- Ngalap Berkah: Sambung Silaturahmi Komplek Q Yogyakarta dan PTYQ Menawan Kudus
Misalkan ia sudah memiliki niat kuat untuk bayar utang dan takdir tidak sesuai ekspetasi, baru bayar setengah sudah meninggal, maka keluarganya tidak perlu memikirkan itu, karena sudah berikhtiar untuk bayar utang puasa.
Secara prinsip, kewajiban syariat melekat pada masing-masing orang. Selama kita hidup tidak punya halangan yang bisa diterima oleh syarak. Di dalam kitab Ianatut Tholibin dijelaskan bahwa utang puasa tidak beralih pada keluarga atau ahli warisnya, tetapi kewajiban bayar utang terdapat pada orang yang bersangkutan.
Ada ikhtilaf ulama hanya membayar fidyah saja, sedangkan puasanya tidak menjadi kewajiban untuk dibayarkan oleh ahli waris. Tetapi balik lagi, apakah ia masih punya kemungkinan untuk bayar atau tidak. Misalkan, ia sakit beberapa tahun secara berkelanjutan dan tidak memiliki kesempatan untuk bayar. Bila dikalkulasi pada tahun berikutnya menjadi 2 kali 1 mud atau 2 kali 6 ons. Jika dengan bayar tersebut menjadi beban ahli waris dan ahli waris juga butuh makan, maka tidak perlu lagi untuk memikirkan bayar tersebut. Wallahu a’lam bishowab.
Oleh: Fina Izzatul Muna
Sumber: Ustaz Tajul Muluk dalam Kanal Youtube
Photo by Maria Teneva on Unsplash