K.H. Abdul Mustaqim: Jangan Dzolimi Bulan yang Mulia ini!

Diposting pada 68 views

Selasa, 2 April 2019, PP Al Munawwir Komplek Q melaksanakan pengajian dalam memperingati Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW 1440 H. Kegiatan ini masuk dalam serangkaian kegiatan satu bulan yang tertajuk April MOP (Miracle of Pesantren). Selain peringatan Isra’ Mi’raj, akan ada beberapa kegiatan yang dilaksanakan hingga akhir April mendatang.

Acara yang dilaksanakan di mushollah barat ini dihadiri oleh pengasuh, asatidz, santri serta beberapa tamu undagan dari berbagai komplek di Al Munawwir, Krapyak. Selain itu, hadir pula K.H. Abdul Mustaqim selaku pembicara pada malam tersebut. Sebelum memasuki acara inti, Gus Kholid Arif Rozaq menyampaikan sambutan sebagai perwakilan pengasuh. Selanjutnya acara dimulai dengan pembacaan maulidud diba’i yang dipimpin oleh Ustadz Agus Najib, selaku Kepala Madrasah Salafiyah III. Dengan suara merdunya Ustadz Mamik membawakan beberapa lagu dengan iringan hadroh Tsamrotul Muna. Bahkan K.H. Mustaqim menyebut suara dan lagu Ustadz Mamik sebagai sholawat nusantara.

Selepas pembacaan sholawat, acara memasuki acara inti, yakni mauidho hasanah oleh K.H. Abdul Mustaqim. Dalam kesempatan tersebut, pengasuh Lembaga Studi Quran (LSQ) Ar Rahmah tidak banyak menyinggung mengenai isra’ mi’raj sendiri, hal ini dikarenakan cerita mengenai isra’ mi’raj ini sudah banyak diketahui oleh santri-santri. Beliau lebih banyak menyinggung mengenai keutamaan bulan Rajab. Sebelum memulai pengajian, dosen di UIN Sunan Kalijaga ini terlebih dahulu mengirim surat al fatihah kepada Kiai Ahmad Warson. “Mendoakan para guru, baik yang sudah meninggal atau yang masih hidup menjadi sebab ilmu menjadi bermanfaat,” ujar beliau di atas mimbar.

K.H. Abdul Mustaqim mengatakan bahwa keutamaan bulan Rajab telah dijelaskan Allah dalam surat At Taubah ayat 36.  Jauh sebelum para ahli astronomi maupun ilmu falak membahas mengenai jumlah bulan, Alquran telah terlebih dahulu menyebut bahwa ada 12 bulan dalam setahun. Diantara 12 bulan tersebut, 4 diantaranya adalah bulan mulia, yakni Rajab, Dzulqo’da, Dzulhijjah, dan Muharrom. Beberapa kitab tafsir yang memperkuat pendapat ini adalah Tafsir At Thabari, Tafsir Jalalain, dan Tafsir Syekh Imam Nawawi al Bantani. “Bahkan dalam tafsir Imam Asy Syarostani, orang Arab telah memulyakan 4 bulan tadi sejak sebelum Islam datang,” kata beliau.

Baca Juga:  Pluralisme Beragama Oleh K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

Mengingat mulyanya bulan Rajab, K.H. Mustaqim berpesan agar jangan berbuat dzolim dalam bulan ini. “Salah satu bentuk kedzoliman adalah gerakan jempol kita yang menyebarkan berita hoax,” ujar Kiai yang sempat mengajar di Komplek Q tersebut. Menggerakan jempol untuk menyebar hoax adalah bentuk kedzoliman yang terkadang tidak begitu disadari. “Jempol kita akan dihisab,” tambah Kiai Mustaqim.

Selanjutnya, Kiai Mustaqim menjelaskan amalan-amalan apa saja yang dianjurkan untuk dikerjakan di bulan Rajab. Diataranya adalah menghindari kemunafikan, kefasikan, dan kemaksiatan. Kedua, memperbanyak membaca istighfar, ketiga,  memperbanyak amalan-amalan sunnah, baik puasa maupun sholat. “Bulan Rajab adalah momen ibadah sholat, karena pada bulan ini, perintah sholat datang kepada Nabi melalui peristiwa Isra’ Mi’raj, “ tutur Kiai Mustaqim. Bahkan salah satu kenikmatan menjadi Umam Nabi Muhammad Saw adalah ibadah sholat 5 waktu sama dengan 50 waktu, mengingat proses tarik ulur pemerintah sholat yang awalnya mencapai 50 waktu. Amalan keempat, adalah membaca doa bulan Rajab.

Menjelang akhir pengajian, Kiai Mustaqim memberitahukan beberapa hal setelah pertemuannya dengan PD Pontren di Jakarta. Diantaranya adalah akan disahkan UU Pesantren. Disahkannya UU Pesantren akan memperkuat daya tawar pesantren setara dengan lembaga pendidikan lainnya secara politk dan struktural. Kedua, adanya beasiswa bagi santri, seperti LPDP maupun beasiswa 5000 doktor. Kiai Mustaqim mengatakan bahwa gagasan 5000 doktor berasal dari Gus Dur ketika masih menjabat sebagai presiden. Gagasan tersebut baru bisa dinikmati beberapa tahun belakangan ini.

Untuk menutup pengajian, Kiai Mustaqim memberi pesan hendaknya santri jangan hilangkan identitas kesantriannya. Santri itu sederhana, tawadhu’, menghormati guru, dan memiliki ikatan persaudaraan yang kuat. “Jaga karakter sebagai santri, jangan sampai hilang, karena when character is lost, everything is lost,” ujar Kiai Mustaqim sebelum menutup acara malam itu dengan do’a.

Baca Juga:  Puasa, Ramadan, dan Kita