Pada suatu kesempatan, Ning Musyarofah atau yang kerap disapa Ning Fah berbagi kisah dan kenangannya bersama Bapak—sapaan akrab santri kepada KH. Ahmad Warson Munawwir. Ning Fah merasa menjadi santri yang mbeling karena tidak pernah hadir ketika Haul Bapak.
Pengasuh PP Nurul Huda, Singosari, Malang, itu nyantri di PP Al Munawwir Komplek Q sejak tahun 1995 hingga resmi boyong tahun 2000 selepas melakukan wisuda Madrasah Salafiyah III. Awal boyong beliau bingung arah dan tujuan. Pasalnya, beliau tidak mempunyai teman seperjuangan dan senasib sepenanggungan.
Hal yang paling merasuk ke memori beliau selepas meninggalkan Komplek Q yaitu Bapak tidak pernah absen menelepon beliau. Padahal dalam teleponnya, Bapak hanya melontarkan pertanyaan yang dianggap lucu oleh Ning Fah.
“Lagi ngopo kowe?” (sedang apa kamu?)
“Wes nduwe bojo durung?” (sudah punya suami belum?)
“Wes nduwe anak durung?” (sudah punya anak belum?)
“Anakmu piro?” (anakmu berapa?)
Hal ini terus menerus dilakukan oleh Bapak secara berkala. Sampai suatu ketika, tiga hari sebelum Bapak wafat, Bapak masih menelepon dan bertanya mengenai berapa jumlah anak yang dimiliki beserta nama-namanya. Anak pertama dan anak kedua Ning fah, keduanya diberi nama oleh Bapak. Sedangkan anak ketiganya masih berumur dua minggu ketika Bapak meninggal. Sehingga saat Bapak meninggal, Ning Fah tidak bisa hadir.
Lagi-lagi beliau merasa menjadi santri yang mbeling karena tidak hadir ketika bapak wafat. Beliau berharap semoga Bapak meridhoinya.
Dari cuplikan kisah Ning Fah tersebut, terlihat betapa dekatnya Bapak dengan para santrinya. Tidak hanya saat berada di pondok. Namun, ketika sudah boyongpun Bapak tetap berkabar dengan santri-santrinya. Semoga kita sebagai santri Komplek Q juga bisa mendapat ridho dari Bapak, meskipun hanya mengenal beliau dari berbagai penuturan kisah. Al fatihah…
—
Oleh: Ipi
—
Foto: Dokumentasi Komplek Q