Salat hendaknya dilakukan dengan penuh khusyuk dengan hati dan pikiran yang sepenuhnya hadir menghadap Rabbnya.
Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Mu’minun ayat 1 dan 2 :
قد أفلح المؤمنون (١) الذين هم في صلوتهم خا شعون(٢)
“Sungguh beruntung orang orang yang beriman, (yaitu) orang yang khusyuk dalam salatnya”.
Dalam ayat ini, maka Allah memerintahkan bagi orang orang beriman untuk khusyuk dalam mendirikan salat. Syariat Islam yang mulia pun menganjurkan kita untuk menghilangkan semua sebab yang dapat menggangu kekhusyukan kita, diantaranya adanya kebutuhan terhadap makanan. Sehingga hati dan pikiran kita disibukkan dengannya ketika mendirikan salat.
Lalu, apa yang harus kita lakukan ketika azan telah berkumandang namun perut keroncongan karena lapar dan makanan telah disiapkan? Manakah yang harus didahulukan? Salat atau makan?
Rasulullah saw. bersabda :
عن هشام بن عروة قال سمعت عاءشة رضى الله عنها عن النبى صلى الله عليه وسلم أنه قال إذا وضع العشاء
وأقيمت الصلاة فابدءوا بالعشاء
“Dari Hisyam bin ‘Urwah berkata : Aku mendengar Aisyah ra. dari Nabi saw., sesungguhnya Nabi SAW bersabda : Apabila makan malam telah tersaji dan salat akan didirikan maka dahulukan makan”
عن ابن عمر قال النبى صلى الله عليه وسلم إذا كان أحدكم على الطعام فلا يجعل حتى يقضى حاجته منه وإن أقيمت الصلاة
“Dari Ibnu Umar berkata, Rasulullah saw. bersabda : Apabila salah seorang kamu dihadapan makanan maka jangan bersegera untuk salat sehingga selesai hajatnya (dari makan) sekalipun telah diiqamah salat”
Dari dua hadits di atas, menurut keterangan para ulama, bahwasannya Rasulullah saw. menganjurkan untuk mendahulukan menyantap makanan yang sudah terhidangkan meskipun salat hampir didirikan.
Namun, terdapat persyaratan sehingga kita bisa mengamalkan hadis di atas. Pertama, ketika seseorang memang membutuhkan makan, misalnya dalam kondisi yang sangat lapar. Kedua, jika waktu salat masih longgar sehingga ketika seseorang makan terlebih dahulu, dia masih bisa melaksanakan salat pada waktunya. Apabila waktu salat hampir habis, maka dalam kondisi ini yang didahulukan adalah mendirikan salat. Karena anjuran (meningkatkan kekhusyu’an) tidak dapat menggugurkan kewajiban (melaksanan salat pada waktunya).
Ketiga, makanan tersebut sudah terhidangkan. Jika makanan belum dihidangkan saat sudah merasa lapar, maka dahulukan salat. Jadi prinsipnya bukanlah “ketika lapar lebih baik makan daripada salat”, tetapi prinsip yang dimaksud adalah “mendahulukan makan daripada salat ketika makanan telah tersajikan”. Dan yang terakhir, apabila hal ini dilakukan bukan sebagai kebiasaan secara rutin dan terus menerus ketika makan bertepatan dengan waktu salat.
Disarikan dari Kitab Jawahirul Bukhari wa Syarhul Qasthalani karya Syekh Mustafa Muhammad Imarah; Oleh: Ustaz Suhadi Chozin
—
Oleh: Novia Purnama Sari
—