Jaka Tarub

Mengenal Ki Ageng Tarub atau Jaka Tarub

Diposting pada

Siapakah sebenarnya sosok Jaka Tarub itu? Benarkah dia menikah dengan bidadari? Bagaimana silsilahnya sehingga ia dikatakan sebagai leluhur para raja Mataram? 

Kisah legenda Jaka Tarub sudah tak asing lagi di kalangan masyarakat bahkan juga sudah dituangkan dalam naskah popular Sastra Jawa berupa Babad Tanah Jawi. Namun, ternyata ia bukan legenda yang lahir dari sebuah imajiner, melainkan sosok ini nyata adanya. Saat ini, makamnya terletak di Desa Tarub, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah. Menurut juru kunci makam Ki Ageng Tarub, Kanjeng Raden Arya Tumenggung (KRAT) Hastono Adinagoro atau biasa masyarakat menyebutnya Pak Priyo mengatakan, Ki Ageng Tarub adalah keturunan utusan dari Arab yaitu Syekh Jumadil Kubro. Syekh Jumadil Kubro ditugaskan untuk menyebarkan agama Islam di tanah Jawa pada masa masyarakat Buddha sekitar tahun 1300 Masehi, beliau menyebarkan Islam dengan pendekatan pertapaan yang disebut dengan tapa kalong. 

Suatu hari, di tengah pertapaannya Syaikh Jumadil Kubro bertemu dengan Dewi Retno Roso Wulan adik dari Sunan Kalijaga. Pada saat itu Dewi Retno diperintahkan oleh ayahnya, Adipati Wilotikno yaitu Bupati Tuban untuk bertapa selama tujuh tahun di hutan, yang merupakan syarat untuk ia bertemu dengan Sunan Kalijaga atau kakaknya. Pertemuan Syekh Jumadil Kubro dengan Dewi Retno Roso Wulan berujung pada pernikahan. Dari pernikahan itu, lahirlah putera yang diberi nama Jaka Tarub. Saat masih kecil, Jaka Tarub diasuh oleh Dewi Kasihan. Dan saat beranjak dewasa ia menikah dengan seorang bidadari yang bernama Dewi Nawang Wulan. Bagaimana kisah pertemuannya dengan bidadari?

Jaka Tarub sangat senang berburu di hutan, bahkan ia berani berburu di hutan sendirian. Suatu hari, saat berburu ia bertemu dengan sosok orang tua. Dari orang tua itu ia diberi pustaka tulup yang kemudian diberi nama “Tulup Tunjung Lanang”. Tulup itu menjadikannya lebih bersemangat dalam berburu. Kemudian saat berburu di hutan, ia melihat seekor burung perkutut yang indah sehingga ia mengikuti terus arah perginya burung itu. Hingga tiba waktu sholat Zuhur, burung itu belum juga ia dapatkan. Saat itu ia tiba di Sedang Telogo, di dekat telaga itu ia menancapkan tulupnya untuk ditinggalkan menunaikan salat. 

Kebetulan pada saat itu sejumlah bidadari sedang mandi di sendang. Dan ada salah satu bidadari yang meletakkan pakaiannya di tulup milik Jaka Tarub tadi. Seusai salat, Jaka Tarub langsung mengambil tulup yang ia letakkan tadi tanpa menyadari bahwa ada selendang salah satu bidadari yang tersangkut. Setibanya di rumah, ia baru menyadari bahwa ada selendang pada tulupnya itu. Saat melapor kepada ibunya, Dewi Kasihan dengan begitu saja menyimpannya di dalam lubuk padi. Jaka Tarub yang tidak mengerti maksud ibunya itu kemudian kembali ke sendang dengan membawa pakaian ibunya untuk diberikan kepada bidadari. Namun setibanya di sendang, para bidadari sudah pergi dan hanya tersisa satu bidadari yang pakaiannya ia bawa pulang. Sebelumnya, bidadari itu berkata barang siapa yang menolongku jika wanita kujadikan saudara dan jika laki-laki kujadikan suami. Untuk menepati janjinya itu, ia ikut pulang dengan Jaka Tarub dan kemudian mereka menikah. Dari kisah ini, sebagian dari penelitian menyimpulkan bahwa Jaka Tarub tidak pernah mencuri selendang Bidadari tersebut, karena mencuri adalah perbuatan yang tidak pantas diberikan kepada tokoh besar seperti Jaka Tarub. Mungkin kisah ini juga kurang logis jika difikirkan dengan dengan nalar, namun itu adanya yang sudah menyebar di pikiran masyarakat jika mendengar kata Jaka Tarub. Namun, sebenarnya dari beliau lahir raja-raja besar di tanah Jawa dan beliau juga merupakan salah satu seorang tokoh besar yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. 

Setelah menikah, Jaka tarub dipanggil dengan sebutan Ki Ageng Tarub.  Dari pernikahannya, lahirlah Dewi Nawangsih. Setelah dewasa Dewi Nawangsih menikah dengan putera Prabu Brawijaya V yaitu Bondan Kejawen. Dari pernikahan Bondan Kejawen dengan Dewi Nawang Wulan lahir Ki Ageng Getas pendowo, setelah Ki Ageng Getas pendowo lahirlah Bagos Sogam atau dikenal dengan Ki Ageng Selo. Dari Ki Ageng Selo banyak lahirlah para raja besar Mataram. Jadi, dapat dikatakan bahwa Ki Ageng Tarublah pusat dari raja besar di tanah Jawa. Semasa hidupnya, ia selalu memperjuangkan Islam di tanah Jawa. Ia dikaruniai karamah yang luar biasa, meskipun ia keponakan dari Sunan Kalijaga, tapi ia tidak pernah membawa senjata atau menampakkan ilmunya.

Oleh: Kamar 10B

Sumber:

Photo by Gang Kecil