Atas bujukan setan
Hasrat yang dijebak zaman
Kita belanja terus sampai mati
Mendengar bait lirik lagu Efek Rumah Kaca yang berjudul Belanja Terus Sampai Mati itu memang cukup menusuk hati jiwa-jiwa yang suka belanja tapi masih mikir-mikir. Ya bagaimana mungkin lirik yang diciptakan Cholil Mahmud itu bisa tak mengusik perilaku kita sekarang ini, kejeniusan ERK dalam menggubah setiap lirik patut menjadi renungan kita untuk berintropeksi diri setiap harinya. Maka tak heran jika grup band indie yang sering menyuarakan isu-isu sosial ini lantas dapat bergandengan tangan dengan Mbak Nana ‘Najwa Shihab’ untuk megisi theme song Mata Najwa dengan Album ‘Seperti Rahim Ibu.’
Cholil Mahmud sang vokalis yang pernah menempuh pendidikan di New York University Silver Center of Arts and Science ini mengaku terpengaruh jurnalistik dalam menulis lirik, yang disebabkan oleh kebiasaannya membaca koran dan majalah sedari kecil. Tak heran jika ERK juga kerap dijuluki sebagai band aktivis, namun Cholil menepisnya dengan mengatakan bahwa ia hanya mewartakan hal-hal yang terjadi di lingkungan sekitar lewat musik. Begitulah pengakuan seorang Bapak 42 tahun yang sejak tahun 2016 lalu kembali menetap di New York menemani istrinya yang sedang studi Doktor di Amerika.
Maka menengok lirik Belanja Terus Sampai Mati, amatlah penting dijadikan renungan terlebih bagi seorang muslim yang juga tidak diperkenankan untuk berlebih-lebihan dalam hal apapun. Di era sekarang umat Islam memang telah menikmati kebebasannya dalam ruang publik. Sehingga wajar jika produk-produk bernuansa Islam atau penggunaan istilah Islam semakin banyak bertebaran di sekitar kita, seperti penggunaan atribut keagamaan, makanan berstempel halal dll. Lahirnya halal lifestyle, halal food, dan halal tourism juga tumbuh pesat tak hanya di negara dengan mayoritas penduduk muslim, juga dari negara dengan mayoritas penduduk bukan muslim seperti Jepang dan Korea Selatan yang kini juga tengah serius menggarap bisnis Halal Tourism ini.
Fenomena tersebut banyak dimotori oleh generasi muslim modern, Shelina Janmohammed dalam bukunya yang berjudul “Generation M: Young Muslim Changing the Word” menyebut mereka sebagai Generasi Muslim Millenial yang berusaha menyetarakan antara gaya hidup modern dan kesadaran agama, atau disebutnya anaa iman dan modernitas.
Namun jika diamati lebih dalam gaya hidup yang berkembang itu kini telah menuntun seseorang ke arah konsumtif. Globalisasi telah membuat kebutuhan sekunder menjadi kebutuhan pokok dan keinginan seolah-olah menjadi sebuah kebutuhan. Dengan meningkatnya tren global yang menimpa masyarakat muslim kini, telah membuat mereka berlomba-lomba dalam hal fashion salah satunya yaitu berkaitan untuk tampil modis sebagai bagian untuk melawan konstruksi sosial tentang Islam yang kolot dan tidak modern. Tak heran jika kini turut menjamur produksi jilbab, kaftan, gamis dll, dari yang mulai harga paling murah sampai berjuta-juta rupiah.
Hal-hal seperti itu telah mendorong umat muslim pada budaya konsumtif. Padahal ditengah-tengah itu kelas menengah ke atas muslim juga dihadapkan pada realita sosial, di mana kemiskinan, kelaparan, dan perlakuan ketidakadilan masih banyak menimpa saudara muslim. Sehingga menurut penulis kaum menengah ke atas harus kembali melakukan refleksi atas kondisi-kondisi yang menimpa umat Islam, sehingga status kesadaran religi Generasi M tidak digunakan untuk menjaga jarak antara mereka di antara saudara sebangsa dan seiman yang kurang beruntung.
Mungkin sebagai seorang santri kita teramat sering diingatkan tentang kondisi-kondisi terkait permasalahan di atas, melalui kajian tasawuf yang intens kita telah belajar banyak dari ulama-ulama terdahulu tentang sikap tidak berlebih-lebihan, sabar, qana’ah, menjauhi dunia, dan cara membunuh hawa nafsu. Namun, kembali lagi rupanya membunuh hawa nafsu itu bukan perkara mudah, dalam kitab Minhajul Abidin karangan Imam Al-Ghazali disebutkan bahwa nafsu tidak bisa mati, tapi kita bisa menghalaunya dengan latihan menahan hawa nafsu secara terus menerus. Mencegah makan bila sudah kenyang, mencegah berbicara bila tak perlu dan penting, sampai mencegah membelanjakan uang bila bukan suatu kebutuhan menjadi selaras dengan ajaran tasawuf di pesantren. Maka untuk menyuarakan nlai-nilai tasawuf tersebut agaknya ERK cukup mewakili. Hidup di tengah budaya urban dengan kungkungan kapitalisme menjadi amat perlu menerapkan dan selalu berlatih menghalau hawa nafsu, seperti kata ERK agar tidak menjadi korban keganasan peliknya kehidupan urban atas bujukan setan dan hasrat yang dijebak zaman.
Berikut penulis kutipkan lirik lagu Belanja Terus Sampai Mati- Efek Rumah Kaca, semoga dapat pula menjadi renungan agar tetap berhati-hati menghabiskan uang kiriman di awal bulan:
Akhir dari sebuah perjalanan
Mendarat di sudut pertokoan
Buang kepenatan
Tapi-tapi itu hanya kiasan
(Belanja terus sampai mati)
Juga juga suatu pembenaran
Atas bujukan setan
Hasrat yang dijebak zaman
Kita belanja terus sampai mati
Awal dari sebuah kepuasan
Kadang menghadirkan kebanggaan
Raih keangkuhan
Tapi tapi itu hanya kiasan
(Belanja terus sampai mati)
Juga juga suatu pembenaran
(Belanja terus sampai mati)
Atas bujukan setan
Hasrat yang dijebak zaman
Kita belanja terus sampai mati
Duhai korban keganasan peliknya kehidupan urban
Duhai korban keganasan peliknya kehidupan urban
Peliknya kehidupan urban
Peliknya kehidupan urban
Atas bujukan setan
Hasrat yang dijebak zaman
Kita belanja terus sampai mati
Tapi tapi itu hanya kiasan
(Belanja terus sampai mati)
Juga juga suatu pembenaran
(Belanja terus sampai mati)
Atas bujukan setan
Hasrat yang dijebak zaman
Kita belanja terus sampai mati
***
Oleh: Umi Nurchayati
Email: [email protected]
Santri biasa aja di PP. Almunawwir Komplek Q Krapyak Yogyakarta