Sudah menjadi hal yang umum bahwasannya pada setiap tahun bahkan setiap hari pasti identik dengan adanya perayaan ulang tahun, baik perayaan tersebut dengan pesta meriah maupun acara lain baik melibatkan individu atau bahkan orang banyak. Namun, sebenarnya, bolehkah kita sebagai umat Muslim merayakan ulang tahun dan apakah merayakan ulang tahun melenceng dari syariat?
Hari lahirnya manusia adalah hari kenikmatan yang bagi setiap orang wajib untuk disyukuri. Untuk itu, di setiap tahunnya, terutama pada hari kelahiran, jangan pernah lupa untuk selalu bersyukur telah mendapat umur yang panjang beserta kenikmatan lain yang menyertainya.
Perayaan Ulang Tahun ala Nabi Muhammad saw.
Dalam melakukan perayaan ulang tahun, Nabi Muhammad saw. memperingati hari kelahirannya dengan melaksanakan ibadah puasa Senin.
“Pada hari itu adalah hari di mana aku dilahirkan dan hari ketika aku diutus/diturunkan kepadaku wahyu pada hari itu.” (HR. Muslim)
Sebagai umat Nabi Muhammad saw., cara beliau merayakan ulang tahun bisa juga kita tiru sebagai bentuk rasa syukur. Namun, kita tentu juga bisa melakukan hal-hal baik lain sebagai bentuk syukur, seperti dengan cara datang ke panti asuhan dan memberi santunan kepada anak-anak yatim, melakukan doa bersama untuk kebaikan, dan perbuatan baik lainnya yang bermanfaat.
Dari Umar bin Al-Khattab ra, ia berkata, saat Rasulullah saw. ditanya, “Amal-amal yang paling utama?” Beliau bersabda, “Engkau membahagiakan saudara mukminmu, mengenyangkannya yang lapar, memberikan pakaian kepadanya, atau menyelesaikan keperluan untuknya.” (H.R. At-Thabrani)
Hukum Merayakan Ulang Tahun
Jadi, pada dasarnya perayaan ulang tahun itu adalah sebagai bentuk kebahagiaan dan rasa syukur kita terhadap nikmat Allah Swt. serta upaya membahagiakan orang mukmin lainnya. Selama perayaan yang kita lakukan tidak melenceng dari hukum Islam dengan melakukan pesta yang identik dengan pamer dan pemborosan, maka merayakan ulangtahun itu diperbolehkan.
Untuk itu, sebagai umat Muslim, ada baiknya kita memilih dengan bijak perayaan ulang tahun yang bisa kita jadikan sebagai salah satu kesempatan bersyukur kepada Allah Swt. atas usia, rejeki, kasih sayang, dan hal baik lainnya yang telah Ia berikan daripada harus melakukan perayaan yang kurang bermanfaat.
Terkait perayaan ulang tahun yang mengadakan pesta, acara tiup lilin dan sebagainya, mengutip pernyataan dari Lora Ismael al-Kholilie, masalah tentang tiup lilin, beliau tidak menganjurkan tiup lilin tapi juga tidak ada dalil yang mengharamkan, selama tidak bertentangan dengan nilai syariat, karena tiup lilin hanya urusan adat bukan ibadah. Apalagi Islam selalu menganjurkan untuk tafa’ul atau berharap baik dalam setiap hal yang kita lakukan. Hal ini yang kita amalkan dengan Al-fa’lul Hasan (الفأل الحسن).
Seperti sebagian ulama yang menganjurkan minum susu di awal tahun dengan tafa’ul atau harapan agar “sepanjang” tahun semua urusan kita menjadi mudah dan manis. Mengapa kita tidak bisa tafa’ul / berharap baik ketika meniup lilin ulang tahun dengan niat agar Allah memadamkan api keburukan, api marah, api nafsu dan syahwat yang ada di dalam diri kita?
Sekali masalah sederhana nggak usah dibuat ribet, apalagi dikait-kaitkan dengan agama. (Lora Ismael Al-Kholilie)
–
Oleh : Afroh Himya & Milla Zulfa
Referensi :