Melalui kitab Washaya Al-Abaa’ Lil Abnaa’, bab pertama menjelaskan tentang nasihat guru kepada muridnya. Disampaikan bahwa murid bagi seorang guru, tak ubahnya seperti anak sendiri. Sehingga sebagai seorang murid sudah seharusnya berusaha membuat senang gurunya.
Adapun beberapa cara membuat guru senang yaitu dengan menjaga kesehatan, mudah menangkap pelajaran, memiliki hati yang bersih dari penyakit hati, terdidik akhlaknya, menjaga tata krama, menjaga ucapan dan baik dalam bergaul sehingga disukai teman-teman maupun saudaranya. Hal lainnya adalah dengan memiliki welas asih terhadap orang fakir dan orang-orang lemah, juga dengan memberikan maaf kepada sesama, tidak sembarangan dalam sholat dan tidak menggampangkan ibadah kepada Allah.
Guru sendiri merupakan orang yang berhak memberikan nasihat kepada murid karena beliau sudah mendidik serta memilihara jiwa kita. Sehingga kita sebagai murid sudah sepatutnya percaya dan melaksanakan nasihat dari guru. Tetapi ketika kita sendirian dan ternyata belum mampu melakukan nasihat dari guru, maka sangat kecil kemungkinannya kita dapat melakukan nasihat itu di depan orang lain.
Kemudian jika kita sebagai murid enggan menjadikan guru sebagai panutan, maka siapakah yang akan kita teladani? Lalu apa gunanya kita bersusah payah datang untuk mendengarkan pelajaran dari guru?
Sejatinya, guru menyukai murid-muridnya yang taat dan memiliki tata krama. Sehingga kita sebagai murid hendaknya membantu guru dalam menyampaikan kebaikan dengan cara taat dan memiliki akhlak yang baik. Karena disampaikan bahwa akhlak yang paling baik adalah perhiasan bagi setiap manusia, baik untuk pergaulan kita dengan teman, keluarga maupun saudara.
Dijelaskan juga, bahwa ketika kita tidak menghiasi ilmu dengan akhlak yang mulia, maka ilmu yang ada lebih membahayakan daripada kebodohan. Karena orang yang bodoh (tidak tahu) akan dimaklumi ketidaktahuannya itu. Maka jangan berpatokan kepada pengawasan guru, karena pengawasan kita atas diri sendiri lebih utama dan bermanfaat.
“Sesungguhnya Allah mensucikan agama ini (Islam) karena diri-Nya. Tidak akan suci agamamu kecuali dengan sifat dermawan dan akhlak yang baik. Hiasilah agamamu dengan keduanya.” (HR. Ath-Thabrani dari Imran bin Hushain)
Disarikan dari Kitab Washaya Al-Abaa’ Lil Abnaa’; Karya Syaikh Muhammad Syakir
Ustadzah : Ibu Munfaridah
—
Oleh : Desi Nur Istanti
—