Sabtu (17/9) Komplek Q mengadakan acara “Ngaji Bencana” dalam rangka edisi spesial Harlah ke 33 Komplek Q. Jika biasanya ngaji dilakukan dengan ceramah tentang keagamaan, Komplek Q justru melakukan hal yang berbeda dengan ngaji bencana. Ngaji bencana kembali hadir karena acara ini dinilai sangat menarik. Para santri yang biasanya mengaji kitab kali ini mengaji terkait bencana dengan menghadirkan pemateri langsung dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY dan Bantul.
Pelatihan dikemas dengan model pengajian. Hal ini untuk mensosialisasikan kepada santri yang selama ini berpikiran bahwa ngaji hanya sebatas belajar ilmu agama, ilmu yang bertujuan pada akhirat belaka. Padahal ikut pelatihan terkait ilmu kebencanaan pun merupakan bagian dari ibadah karena bertujuan untuk bisa membantu menyelamatkan orang lain utamanya menyelamatkan diri sendiri ketika bencana datang.
Ngaji bencana dimoderatori oleh Tia Nur Khofifah dengan narasumber Mahujud S, S.Sos. M.Si, Sub Bidang Kesiapsiagaan BPBD DIY dan Muhammad Khamdani, S.E, Komandan Unit Pemadam Kebakaran BPBD Bantul. Acara ini diikuti oleh perwakilan per kamar dua orang dengan total 64 peserta. Acara berlangsung pukul 09.00 di Musala Barat Komplek Q.
Materi pertama mengenai bencana gempa bumi yang disampaikan oleh Pak Mahujud. Santri diedukasi mengenai macam-macam gempa, bagaimana sikap yang harus dilakukan ketika pra, saat, dan pasca terjadinya gempa.
Yang harus dilakukan saat terjadinya gempa adalah berlindung di bawah meja atau kursi atau berlindung di pojok ruangan. Karena dengan berada di pojok maka akan mengurangi resiko tertimpa reruntuhan. Gunakan segitiga kehidupan dan jangan panik. Begitu gempa selesai maka keluarlah dari ruangan.
Beliau memberi aware kepada para santri, “Sebagian besar orang yang selamat dari bencana adalah ia yang bisa menolong dirinya sendiri. SITATANG. Apa itu? Siap, Tanggap, dan Tangguh. Karena pada masa golden time hanya kita sendiri yang mampu menolong diri sendiri,” tutur Pak Mahujud.
Lanjut materi kedua yakni bencana kebakaran. Dalam pemaparannya, Pak Khamdani menjelaskan bahwa DIY termasuk daerah yang memiliki potensi bencana terbesar di Indonesia, sehingga dinamakan “Laboratorium Bencana”. Potensi bencana tersebut ada 12 antara lain gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, longsor, kekeringan, kebakaran, abrasi, angin ribut, wabah, nuklir, dan konflik.
Kebakaran adalah suatu reaksi oksidasi eksotermis yang berlangsung dengan cepat dari suatu bahan bakar yang disertai dengan timbulnya api/penyalaan. Kasus kebakaran yang seringkali terjadi adalah karena faktor manusia, baik dari kesengajaan, kelalaian, maupun ketidaktahuan.
“Kita tidak bisa mencegah bencana, namun kita dapat mengantisipasinya dengan mempersiapkan diri untuk tanggap bencana. Dan kunci utama ketika terjadinya bencana adalah jangan panik!” pesan Pak Khamdani.
Bencana datang pasti secara tiba-tiba. Kegiatan ini bertujuan menyiapkan santri yang tangguh dalam menghadapi bencana dan paham cara menanggulangi bencana. Dengan begitu, besar harapannya agar para santri bisa menjadi penggerak akan kesadaran bencana di tengah masyarakat, sebagai wujud kepedulian sosial juga.
Oleh: Siti Shofia Latifah
Pictured by: Dokumentasi pribadi