Kamis, 11 Maret 2021 malam 28 Rajab 1442 H, acara peringatan Isra Mikraj dilaksanakan di mushola barat PP Al-Munawwir Komplek Q. Kegiatan ini diikuti oleh semua santri PP Al-Munawwir Komplek Q baik santri mukim maupun santri yang berada di rumah melalui streaming YouTube. Acara diawali dengan penampilan dari grup hadroh tsamrotul muna, kemudian pembacaan ayat suci Al-Quran dan sambutan dari perwakilan pengasuh dan pengurus pondok lalu dilanjutkan acara inti yaitu mau’idhoh hasanah yang disampaikan oleh bapak Kyai Agus Najib.
Dalam mau’idoh hasanahnya, disampaikan penjelasan dari A- Quran surah al-Isra’ ayat 1:
سبحن الذى اسرى بعبده ليلا من المسجد الحرام الى المسجد الاقصا الذى بركنا حوله لنريه من ايتنا O
انه هو السميع البصيرO
Ayat tersebut dibuka dengan kalimat tasbih, subhanalladzi, yang membaca tasbih ini bukan makhluk, tetapi Allah swt. Biasanya, bacaan tasbih digunakan pada suatu kejadian yang mengagungkan, maka jika Allah kagum berarti perjalanan yang dilakukan oleh nabi merupakan perjalanan yang luar biasa agung.
Ayat tersebut menjelaskan tentang perjalanan malam Nabi Muhammad saw. dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha. Kalimat اسرى artinya yang memperjalankan di waktu malam. Perkataan memperjalankan mengisyaratkan bahwa Nabi memperjalankan itu tidak sendirian, ada yang menyertai. Tujuan Allah akan hal ini ialah agar bisa diterima oleh banyak orang, karena keajaiban ini merupakan suatu perkara yang menakjubkan dan bukan dilakukan oleh Rasulullah sendiri, melainkan atas kehendak Allah swt.
Kalimat بعبده (bi’abdihi) berarti hambanya Allah. Perkara apa pun jika disandarkan kepada Allah maka mempunyai arti mengagungkan. Hal ini menunjukkan kemuliaan dan keagungan Rasul. Dalam kitab Isra Mikraj yang ditulis oleh simbah kyai As’ad dari Sukorejo yang berjudul “Isra’ Mi’raj”, terdapat cerita bagaimana kemuliaan Rasul. Sebelum peristiwa Isra dan Mikraj, terjadi perdebatan antara langit, bumi, lautan, gunung dan makhluk Allah yang bisa berbicara dengan bahasa mereka. Ketika melihat para makhluk Allah telah banyak melakukan kemaksiatan, maka langit matur kepada Allah: “Ya Allah, saya melihat hambaMu bermaksiat, izinkan aku menurunkan batu batu meteor.” Begitu pun laut dan gunung yang juga matur kepada Allah.
Dalam kitab tersebut juga diceritakan bahwa terjadi perdebatan antara langit dan bumi yang satu sama lain menyampaikan keutamaannya. Bumi berkata kepada langit: “Hai, langit, aku lebih utama daripada dirimu. Aku mempunyai lautan yang sangat luas, gunung-gunung, pohon-pohon yang rindang, hijau, nan sejuk dipandang.”
Langit pun berkata: “Hai bumi, aku juga mempunyai kelebihan, aku mempunyai bintang-bintang yang bertaburan serta planet-planet yang mengitari terus-menerus. Semua berbeda-beda sesuai keadaannya.”
Bumi: “Aku masih mempunyai kelebihan. Di sini ada Kabah. Para nabi dan manusia bertawaf di Kabah, dijadikan sebagai kiblat semua orang yang beribadah.”
Langit tidak mau kalah: “Aku juga mempunyai Baitul Makmur yang setiap hari ditawafi oleh ratusan ribu malaikat.” Bumi pun bingung, lalu mengeluarkan jurus pamungkasnya, “Aku punya seorang hamba yang ditempatkan padaku, yaitu Rasulullah saw., dia memimpin para Nabi, sayyidul anbiya walmursalin. Tidak ada yang lebih utama daripada beliau.”
Langit terdiam mendengar perkataan terakhir bumi. Kemudian dalam kitab disampaikan langit memohon kepada Allah, “Ya Allah, begitu mulianya hambaMu Rasulullah saw., semoga sekali Engkau hadirkan beliau di sini.” Akhirnya, dalam kitab disampaikan juga bahwa Allah memanggil Rasulullah untuk menerima wahyu solat 5 waktu. Sebagai bukti kemuliaan Rasul, ketika Mikraj ke sidratul muntaha, para malaikat berdiri berjajar untuk menghormati Rasulullah saw. Dalam sebuah kisah disampaikan, ada malaikat yang tidak mau berdiri, sehingga membuat Allah marah. Malaikat ini dikutuk oleh Allah, dihilangkan kedua sayapnya. Akhirnya, malaikat memohon ampun kepada Allah. Malaikat Jibril memberi nasehat kepadanya, agar membaca shalawat supaya mendapat ampunan. Malaikat Jibril memberikan shalawat jibril yang berbunyi “Shollallohu ‘ala Muhammad”.
Selanjutnya, kalimat بعبده ليلا. Adanya kata “lailan” menurut ulama berfunhsi untuk mengagungkan. Artinya, malam ketika memperjalankan Rasulullah merupakan malam yang agung, malam yang mulia. Suatu malam yang diagungkan yaitu bertepatan pada malam 27 Rajab.
Rasulullah berangkat dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha. Beliau shalat di Masjidil Aqsha. Masjidil Aqsha merupakan masjid yang diberkahi karena ada makam para aulia dan nabi, hal ini pula yang menjadikannya mempunyai keutamaan dibandingkan masjid yang lain. Setelah selesai, beliau disuguhi 2 macam minuman, susu dan khamr. Rasul memilih minuman susu, lalu malaikat Jibril berkata, “Engkau telah benar, Ya, Rasulullah. Jika engkau memilih khamr, tentu umatmu banyak yang tersesat.” Rasul memilih susu menjadi kesucian sebagai isyarat akan umat Rasul akan mendapat hidayah dari Allah .
Peristiwa Mikraj ke sidrotul muntaha terjadi dalam waktu semalam. Tentunya, hal ini sangat sulit diterima oleh orang-orang. Oleh karena itu, penjelasan Isra Mikraj sulit diterima apalagi orang itu tidak beriman kepada Allah dan Rasul. Perjalanan mulia ini Allah yang memperjalankan, di sidratul muntaha Rasul menghadap Allah dan mendapat wahyu tentang sholat lima waktu. Oleh karena itu, marilah kita senantiasa menjaga sholat dengan istiqomah serta memperbanyak berdzikir dan berdoa kepada Allah swt. terutama di bulan Rajab yang menjadi syahrullah, syahrul dzikr, serta syahrul maghfiroh.
–
Oleh: Iqna Isti’nafiah
Foto dokumentasi pribadi Komplek Q