tebuireng.online

Gus Dur, Bapak Tionghoa Indonesia

Diposting pada

Gus Dur berasal dari keluarga pesantren tepatnya di salah satu kota di Jawa Timur, yaitu Jombang. Gus Dur merupakan  putra dari Kiai Wahid Hasyim, cucu dari K.H. Hasyim Asy’ari.

Gus Dur selalu merayakan ulang tahunnya pada tanggal 4 Agustus, namun keluarga dan teman-temannya tak sadar bahwa sebenarnya hari lahir Gus Dur bukanlah tanggal itu. Sebagaimana dengan banyak aspek yang ada dalam hidup dan pribadi beliau, ada banyak hal yang tidak seperti apa yang terlihat. Gus Dur memang dilahirkan pada tanggal empat, bulan kedelapan, menurut kalender Islam, tepatnya pada 4 Sya’ban. 

Ada cerita unik dibalik perjalanan Gus Dur. Di mana ada Imlek, di sana ada Gus Dur. Ya, Imlek identik dengan Gus Dur dikarenakan pada masa Orde Baru, Cina tidak diakui sebagai etnis bangsa, dan dianggap sebagai non pribumi. Pada masa iu, etnis Cina diminta untuk mengasimilasikan diri dari lingkungan mereka tinggal.

Tahun bergulir dengan cepat hingga memasuki masa baru yang disebut dengan masa reformasi tahun 1998. Pada saat itu, Gus Dur menjabat sebagai presiden mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 yang mencabut Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang aturan membatasi agama, adat istiadat, dan kepercayaan cina. 

Dalam teologi kebangsaan Gus Dur, tidak ada yang namanya pribumi serta non pribumi. Gus Dur memandang Islam sebagai rahmtan lil ‘alamin, di mana rahmat diartikan sebagai kesejahteraan. Gus Dur menempatkan agama Islam sebagai agama kesejahteraan karena beliau memahami Islam sebagai etika sosial sehingga tujuan utama dari syariat Islam (maqashid al-syari’ah) sendiri adalah perlindungan terhadap hak-hak dasar manusia (al-kulliyat al-khamsah) dapat terlaksana dengan baik. 

Selanjutnya, pembebasan hak Tionghoa juga berkaitan dengan kesejahteraan rakyat (al-mashalih al-ra’iyah) di mana Gus Dur juga menolong kaum yang lemah (mustad’afin). Dari hal ini dapat kita tarik pelajaran yang perlu kita contoh yaitu berpihak kepada kaum yang lemah/tertindas serta menggemakan toleransi dengan makna yang telah disebutkan oleh Gus Dur.

Oleh: Zulfa Amalia

Sumber:

  • Nu Online
  • Buku Biografi Gus Dur

Foto: tebuireng.online