PERISTIWA PERPINDAHAN ARAH KIBLAT

PERISTIWA PERPINDAHAN ARAH KIBLAT

Diposting pada

Bulan Sya’ban merupakan bulan yang dimuliakan. Kemuliaan tersebut karena di dalamnya terdapat satu peristiwa yang terjadi dan menurut ulama merupakan suatu peristiwa besar yang berkaitan dengan perpindahan kiblat kaum Muslim di mana saat itu umat Islam beribadah menghadap ke arah Baitul Maqdis. Pada pertengahan bulan Sya’ban, arah kiblat dipindah dari Masjidil Aqsha ke Masjidil Haram. Selain itu, di dalamnya terdapat malam yang mulia yaitu malam Nisfu Sya’ban yang jatuh pada malam ke 15 bulan Sya’ban.

Kemuliaan bulan Sya’ban salah satunya karena terdapat peristiwa perpindahan arah kiblat. Adapun alasan perpindahan tersebut karena pada saat itu ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, beliau beribadah mengikuti arah kiblat kaum Yahudi maupun Nasrani  yang ada di Madinah. Karena arah kiblat yang sama, kemudian muncul anggapan dari kaum Yahudi bahwa Nabi Muhammad saw. meniru ajaran yang dilaksanakan mereka. Kaum Yahudi saat itu memperolok Nabi Muhammad dan mengajak Nabi untuk bergabung ke golongannya karena arah kiblat yang sama. 

Ajakan tersebut yang menjadikan diubahnya arah kiblat. Ketika di Madinah, Rasulullah sebenarnya lebih senang menghadapkan wajahnya ke Masjidil Haram. Karena kegelisaahan itu, Rasul menyampaikannya ke malaikat Jibril bahwa beliau kurang nyaman terhadap arah kiblat pada saat itu. Malaikat Jibril menyampaikan permintaan tersebut kepada Allah Swt. Saat itu, Rasulullah sedang diuji kesabarannya terhadap orang-orang Yahudi. Rasulullah bermunajat kepada Allah dan meminta supaya arah kiblat diubah. Hal inilah yang menjadi penyebab turunnya surah al-Baqarah ayat 144. 

Peristiwa perpindahan arah kiblat menimbulkan berbagai dampak, baik dari umat muslim maupun non muslim. Dampak dari luar Islam yakni orang Yahudi mengklaim bahwa Nabi melakukan kesalahan dengan memindah arah kiblat, karena nabi terdahulu sebelum Islam hampir semua mengarah pada Masjidil Aqsha. Beberapa kelompok dari kaum Yahudi berbondong-bondong menemui Rasul untuk memprotes. Jika nabi itu seorang nabi, maka hendaknya mengikuti kiblat dari nabi terdahulu. Tetapi, Rasulullah saat itu bersikukuh bahwa Masjidil Haram juga memiliki kemuliaan. Menurut Islam, Masjidil Haram lebih tua dari Masjidil Aqsha, karena terdapat pendapat sudah dibangun oleh Nabi Adam kemudian diteruskan oleh Nabi Ibrahim. 

Adapun dampak dari kaum muslim, beberapa kelompok muslim mempertanyakan yang dilakukan Rasul. Mereka menganggap Rasul plin plan, mudah untuk mengubah suatu ajaran. Dari pertentangan itu, maka turunlah ayat yang menerangkan bahwa sebenarnya perpindahan arah kiblat itu untuk menguji keimanan umat Islam, apakah mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya atau tidak. Sebagian umat Islam lebih mengikuti ajaran Rasulullah dan sedikit yang meninggalkannya. 

Peristiwa perpindahan arah kiblat tersebut terjadi sekitar tahun 622-623 Masehi pada malam Nishfu Sya’ban, tepatnya hari Selasa setelah 17 bulan Rasulullah hijrah dari Makkah ke Madinah. Saat Rasul hijrah, ada pendapat yang mengatakan bahwa beliau berinisiatif sendiri menghadap arah Masjidil Aqsha, dan ada pendapat yang mengatakan beliau menghadap Masjidil Aqsha karena perintah Allah swt. Adanya perintah dari Allah kemudian diikuti oleh cacian dan makian orang Yahudi. Suatu permintaan khusus dari Rasul untuk menjaga marwah dari agama karena beliau mencintai Makkah, Rasul secara khusus meminta kepada Allah agar arah kiblat diubah. Selama 17 bulan, Rasul selalu menghadapakan wajahnya ke langit. Hal ini bisa diartikan bahwa Rasul sangat mengharapkan agar Allah mengabulkan keinginannya. 

Alasan secara khusus diperintahkan menghadap Masjidil Aqsha karena apabila dilihat dari sisi sejarah, semua nabi beribadah menghadap Masjidil Aqsha. Perpindahan tersebut bukan berarti Rasul tidak menerima perintah Allah, tetapi bentuk keinginan untuk memuliakan Islam. Bahwa Islam memiliki arah kiblat sendiri yaitu Masjidil Haram yang juga memiliki sejarah panjang. 

Hikmah terbesar dari peristiwa perpindahan arah kiblat yaitu bisa mengetahui sejauh mana iman umat Islam saat itu. Jika memang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka tentu akan mengikuti anjuran Nabi Muhammad saw. 

Oleh: Iqna Isti’nafiyah

Sumber: Wawancara dengan Gus Faiq Muhammad

Photo by Ishan @seefromthesky on Unsplash