Dalam sejumlah kitab hadist dijelaskan adanya 73 golongan dalam umat Islam yang hancur semua, kecuali satu kelompok yang selamat. Dari golongan yang selamat itu ada yang menyebut, dengan kata jama’ah, dan ada juga yang menyebut kata Ahlu Sunnah Wal Jama’ah. Kata Ahlus Sunnah Wal Jama’ah sendiri menjadi sebuah nama ketika fitnah mulai bermunculan di kalangan Islam. Dari Khalifah Umar bin Khattab hingga masa khalifah Ali bin Abi Thalib.
Dalam masa Khulafaur Rasyidin ke-4, perpecahan dalam Islam ditandai dengan perang Jamal dan perang Shiffin. Dalam perang Shiffin, 90.000 vs 100.000 prajurit bertarung. Muawiyah bin Abi Sufyan hampir kalah. Di saat seperti itu, ia mengangkat Al Quran dan mengatakan bahwa kita semua adalah saudara. “Muawiyah kalau kalah bilang kita saudara, kalau menang akan menindas. Kira-kira begitu,” Tutur Pak Ikhsan.
Strategi Muawiyah sendiri untuk mengalahkan Ali dengan mengusulkan Tafhim. Setelah peristiwa tersebut, bermunculan kelompok-kelompok dalam Islam. Pertama, kelompok yang kecewa terhadap Tafhim, bagi mereka Amru bin Ash, Ali bin Abi Thalib, dan Muawiyah bin Abi Sufyan telah melakukan dosa besar dan boleh dibunuh. Untuk melaksanakan perencanaan tersebut, disiapkan tiga algojo, namun diantara ketiganya, hanya Ibnu Muljam yang berhasil menjalankan aksinya membunuh Ali.
Kelompok ini disebut Khawarij. “Ibnu Muljam itu ahli Al Quran dan Hadist, tetapi seperti apa yang sabdakan Kanjeng Nabi, bahwa Quran dan Hadist tidak pernah melewati kerongkongannya,” jelas Pak Ihsan. Anti tesis dari kelompok Khawarij adalah Murji’ah. Sementara kelompok yang mendukung Ali adalah Syi’ah. Kelompok ini berpendapat bahwa hanya keturunan Ahlu Bait yang boleh menjadi khalifah. Kelompok ini juga diprovokatori orang dari Yahudi.
Antitesis dari kelompok Syi’ah adalah Qodariyah. Setelah itu, muncul kelompok ekstrim tengah, Mu’taziah, didirikan oleh Washil bin Atho’ dan kelompok ini berada di antara Khawarij dan Murji’ah. Sementara kelompok yang muncul di antara Syi’ah dan Qodariyah adalah kelompok Jabariyah. Lalu kapan Aswaja muncul? Ahulu Sunnah adalah ajaran nabi yang diteruskan sahabat dan dilanjutkan para tabi’in.
Ketika terjadi konflik besar-besaran dalam Islam, orang-orang Ahlu Sunnah menyingkir dan tidak terlibat dalam konflik tersebut. Tetapi orang-orang ini fokus terhadap keilmuan. Pada masa tiga abad awal masa keemasan Islam, terdapat tiga mahzab tafsir; Makkah dengan tokohnya Abdullah bin Abbas, Madinah dengan Ubay bin Ka’ab, dan Irak degnan tokohnya Abdullah bin Mas’ud.
Kemudian, Makkah dan Madinah menjadi satu disebut Ahlu Hadist, dan Irak dan sekitarnya disebut Ahlu Ra’yi. Pada masa awal perkembangannya, madzab dalam Islam berdasarkan daerah. Mahzab Mesir, mahzab Basrah, dan lain-lain.
Pada abad kedua, muncul para ahli fikih besar, seperti Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hambal dan beberapa imam mahzab lainnya. Para imam mahzab ini melanjutkan ajaran sahabat dan merumuskan mahzab. Pada abad ketiga, muncul ulama ahli hadist seperti Imam Bukhari dan Imam Muslim. “Dalam abad ini, kitab hadist aswaja beres,” terang Pak Ikhsan.