Lebaran tiba menandakan kepergian bulan yang penuh kemuliaan serta keutamaan, bulan Ramadan. Meski lebaran kali ini berbeda karena #dirumahaja, tapi euphorianya tetap terasa. Ketupat dan opor masih nikmat disantap meski silaturahim hanya melalui Whatsapp.
Berakhirnya bulan Ramadan bukan berarti habisnya stok semangat beribadah kita, kan? Karena habis puasa Ramadan terbitlah puasa Syawal.
Yup, puasa sunnah yang lamanya 6 hari ini apabila kita lakukan setelah puasa Ramadan pahalanya gede banget. Imam Nawawi al-Bantani dalam kitab Nihayatuz Zain menjelaskan ada suatu hadits yang mengatakan bahwa puasa Ramadan itu setara dengan puasa 10 bulan, sedangkan puasa Syawal setara dengan puasa 2 bulan, jadi jika kita melakukan keduanya kita seperti berpuasa selama setahun penuh.
Tapiii, ada problem yang sering terjadi mengenai pelaksanaan puasa Syawal ini. Gimana ya kalau mau puasa Syawal, padahal puasa Ramadan bolong-bolong karena ada uzur, apalagi cewek-cewek yang tiap sebulan rutin kedatangan tamu. Boleh gak sih puasa Syawal dulu baru qadha puasa Ramadan? Boleh gak sih kalau mau qadha puasa Ramadan sekalian diniatin puasa Syawal?
Puasa Syawal sendiri afdholnya dilaksanakan 6 hari berturut-turut mulai tanggal 2-7 Syawal (ingat lho, ya, tanggal 2. kalau tanggal 1-nya itu haram berpuasa). Namun, di luar tanggal itupun tetap mendapat keutamaan puasa Syawal, selagi bulan Syawal belum berakhir. Jadi kalau memang punya hutang puasa Ramadan yang harus dibayar, seyogyanya dilunasi (diqadha) dulu hutang puasanya baru setelah itu bisa melaksanakan puasa Syawal.
Lalu, boleh gak sih kalau niat qadha puasa Ramadan sekaligus niat puasa Syawal? Kiranya pendapat Ibrahim al-Baijuri ini dapat membantu memberikan jawaban.
وإن لم يصم رمضان كما نبه عليه بعض المتأخرين والظاهر كما قاله بعضهم حصول السنة بصومها عن قضاء أو نذر
Artinya, “Puasa Syawal tetap dianjurkan meskipun seseorang tidak berpuasa Ramadan–seperti diingatkan sebagian ulama muta’akhirin. Tetapi, yang jelas–seperti dikatakan sebagian ulama–seseorang mendapat keutamaan sunah puasa Syawal dengan cara melakukan puasa qadha atau puasa nazar (di bulan Syawal),” (Lihat Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatul Baijuri ‘alâ Syarhil ‘Allâmah Ibni Qasim, Darul Fikr, Juz I, Halaman 214).
Menurut Al-Khatib Asy-Syarbini dalam kitabnya Mughnil Muhtaj:
ولو صام في شوال قضاء أو نذرا أو غير ذلك ، هل تحصل له السنة أو لا ؟ لم أر من ذكره ، والظاهر الحصول. لكن لا يحصل له هذا الثواب المذكور خصوصا من فاته رمضان وصام عنه شوالا ؛ لأنه لم يصدق عليه المعنى المتقدم ، ولذلك قال بعضهم : يستحب له في هذه الحالة أن يصوم ستا من ذي القعدة لأنه يستحب قضاء الصوم الراتب ا هـ
Artinya, “Kalau seseorang mengqadha puasa, berpuasa nadzar, atau berpuasa lain di bulan Syawal, apakah mendapat keutamaan sunah puasa Syawal atau tidak? Saya tidak melihat seorang ulama berpendapat demikian, tetapi secara zahir, dapat. Tetapi memang ia tidak mendapatkan pahala yang dimaksud dalam hadits khususnya orang luput puasa Ramadhan dan mengqadhanya di bulan Syawal karena puasanya tidak memenuhi kriteria yang dimaksud. Karena itu sebagian ulama berpendapat bahwa dalam kondisi seperti itu ia dianjurkan untuk berpuasa enam hari di bulan Dzul qa’dah sebagai qadha puasa Syawal,” (Lihat Al-Khatib As-Syarbini, Mughnil Muhtaj, Beirut, Darul Marifah, cetakan pertama, 1997 M/1418 H, juz I, halaman 654).
Keterangan di atas selaras dengan segolongan ulama muta’akhirin yang juga berpendapat kalau kita niat untuk mengqada puasa di bulan Syawal, maka secara otomatis mendapatkan keutamaan puasa Syawal meski tidak diniatkan.
Syaikh Abu Bakr bin Syatho’ dalam I’anah al-Thalibin juz.2, hal.271 menegaskan:
“Sekelompok ulama’ muata’akhirin berfatwa, pahala puasa Arafah, Tasu’a, Asyura’ dan 6 hari Syawal bisa didapatkan, baik diniati bersama puasa fardu atau tidak.”
Adapun kesunatan dalam melaksanakan puasa Syawal hanya berlaku bagi mereka yang meninggalkan puasa Ramadhan karena ada uzur tertentu seperti haid, musafir, ataupun sakit. Apabila seseorang meninggalkan puasa Ramadhan tanpa adanya uzur tertentu, maka diharamkan melakukan puasa Syawal.
Saking utamanya puasa di bulan Syawal ini, bahkan puasa sunah yang lain seperti puasa ayyamul bidh, senin kamis, bahkan puasa Daud sekalipun tetap mendapat keutamaan puasa Syawal. Bahkan apabila kita melewatkan puasa sunah Syawal, kita dianjurkan untuk mengqadhanya di bulan Dzulqa’dah. Seperti yang diutarakan Imam Nawawi al-Bantani.
ومما يتكرر بتكرر السنة (ستة من شوال) وإن لم يعلم بها أو نفاها أو صامها عن نذر أو نفل آخر أو قضاء عن رمضان أو غيره. نعم لو صام شوالا قضاء عن رمضان وقصد تأخيرها عنه لم يحصل معه فيصومها من القعدة
Artinya, “Salah satu puasa tahunan adalah (puasa enam hari di bulan Syawal) sekalipun orang itu tidak mengetahuinya, menapikannya, atau melakukan puasa nadzar, puasa sunah lainnya, puasa qadha Ramadhan atau lainnya (di bulan Syawal). Tetapi, kalau ia melakukan puasa Ramadhan di bulan Syawal dan ia sengaja menunda enam hari puasa hingga Syawal berlalu, maka ia tidak mendapat keutamaan sunah Syawal sehingga ia berpuasa sunah Syawal pada Dzul Qa‘dah,” (Lihat Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani, Qutul Habibil Gharib, Tausyih alâ Ibni Qasim, Darul Fikr, Beirut, 1996 M/1417 H, Halaman 117).
Nah, semua keterangan di atas menunjukkan betapa utamanya puasa Syawal. Meski idealnya dilaksanakan 6 hari berturut-turut setelah hari raya Idul Fitri, namun di luar tanggal itupun tetap mendapat keutamaannya, baik berurutan atau tidak.
Jadi, udah mulai nyarutang sekaligus puasa Syawal belum nih gengs?
Sumber:
https://islam.nu.or.id/post/read/69614/hukum-puasa-syawal-dan-waktu-pelaksanaannya
https://islam.nu.or.id/post/read/79254/bolehkah-niat-qadha-puasa-ramadhan-sekaligus-puasa-syawal
–
Oleh: Nur Kholifah
–
Foto: Debby Hudson on Unsplash