Prof. Quraish Shihab menjelaskan bahwa di antara sifat Allah adalah muqsith yang berasal dari kata qisth yang berarti adil atau pemberi keadilan. Menurut Quraish Shihab, muqsith berbeda dengan adil. Adil itu menuntut semua hak dan memberi semua kewajiban. Dalam sengketa, adil menjatuhkan sanksi kepada pihak yang salah. Misalnya memberikan sanksi yang sesuai kesalahannya kepada pencuri, itulah yang disebut dengan adil.
Namun, dalam hubungan antar manusia termasuk dalam bisnis, yang dituntut bukanlah adil melainkan qisth. Sebagai contohnya, terdapat dua orang anak, kakak beradik. Sang adik mengambil mainan milik kakaknya, sehingga keduanya berebutan. Kemudian ibunya berkata kepada sang adik “Ini bukan milikmu, ini milik kakakmu, kembalikan ke kakakmu” dengan perkataan tersebut sang adik menangis.
Hal itu merupakan contoh sikap adil. Lalu bagaimana dengan sikap qisth? Nah semestinya orang tua menerapkan sikap qisth dalam permasalahan ini, yaitu dengan mengatakan kepada sang kakak “Kak, berikan saja kepada adikmu, nanti ayah belikan yang baru dan lebih bagus”. Dengan begitu, keduanya sama-sama senang. Itulah sikap qisth.
Seorang hamba yang mengalah, memaafkan, melimpahkan, atau menyerahkan kesalahan yang diperbuat orang lain kepada Allah, maka Allah mempunyai cara melakukan qisth. Sebaliknya, orang yang menuntut ganjaran orang lain yang pernah berbuat kesalahan justru dikatakan orang yang rugi atau muflis.
Suatu ketika ada seseorang yang mengadu kepada Allah tentang perbuatan orang lain padanya. Allah berfirman “Tengoklah ke atas”. Orang tersebut menengok ke atas dan melihat pemandangan istana yang sangat indah. Orang itu menanyakan kepada Allah siapa yang mempunyai istana tersebut. Allah menjawab “Yang sanggup membeli”. Orang itu bertanya lagi “Siapa yang sanggup membelinya?”. Allah menjawab “Kamu bisa membelinya”. Orang itu bertanya-tanya bagaimana caranya dia bisa membeli istana tersebut. Kemudian Allah menjawab “Dengan cara memaafkan saudaramu”. Itu lah qisth, dua-duanya merasa senang. Jadi, jangan sampai kita tidak memaafkan orang lain, bahkan sampai menuntutnya di akhirat. Karena yang kita dapatkan tak lain hanyalah kerugian.
Dijelaskan dalam Q.S. Fussilat ayat 34;
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۚ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ
dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa apabila seseorang berbuat baik kepada orang yang pernah berbuat salah kepadanya, lawannya itu bisa berubah sikap menjadi sahabat yang begitu dekat dengannya. Quraish Shihab menjelaskan pada dasarnya ketika seseorang menyimpan kebencian dan kemarahan kepada orang lain, sejatinya orang tersebut juga menyimpan cinta dan perasaan untuk menjalin hubungan yang baik.
“Sewaktu anda melakukan sesuatu yang baik terhadap orang yang memusuhi anda, tiba-tiba kumpulan rasa cinta yang terpendam dalam hati muncul ke permukaan sehingga dia bersahabat dengan anda. Jadi, anda rugi jika tidak memaafkan, anda kehilangan satu sahabat” , Ujar Quraish Shihab. Oleh karena itu, agama menginginkan kita hidup harmonis dan saling memaafkan.
Oleh: Husna Nailufar
Sumber: Quraish Shihab dalam Kanal Youtube
Photo by Sincerely Media on Unsplash