Selasa, (19/09/2023) Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Q gelar seminar literasi digital dalam rangka harlah ke-34. Tema seminar yang diangkat adalah “Bermedia Ala Santri: Tetap Eksis Mengaji dan Santun Dalam Literasi” dengan narasumber Ning Khilma Anis Wahidah yang merupakan penulis novel “Hati Suhita”. Tak hanya dihadiri oleh santri Komplek Q, pun menghadirkan perwakilan dari setiap komplek pondok Al-Munawwir, tamu undangan, bahkan peserta umum.
Siti Shofia Latifah Azzahra sebagai pembawa acara yang memulai acara pada pukul 19.30. Kemudian pembacaan ayat suci Al-Qur’an oleh saudari Hibatul Wafiroh. Menempati acara ketiga yaitu sambutan oleh H. M. Kholid Arif Rozaq, selaku Pengasuh Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Q. Beliau menyampaikan pesan bahwa “Seni itu panjang, umur itu pendek, apalagi seni menulis itu akan abadi”.
Selanjutnya acara inti yang telah dinanti oleh para santri yakni seminar literasi digital yang dipandu oleh Hanin Nur Laili sebagai moderator. Ning Khilma mengawali seminar dengan bercerita pengalaman beliau selama 13 tahun berada di pesantren, mulai giat dan berjibaku di dunia kepenulisan hingga saat ini sudah menimang tiga anak (tiga karya buku/red). Beliau menyampaikan bahwa untuk sampai di titik sekarang ini tidak serta-merta ujug-ujug, namun melalui proses yang panjang.
Santri Jangan Hanya Jadi Konsumen, Jadilah Produsen
Selama menjalani kehidupannya terutama dalam mencari pengetahuan, ada suatu kalimat yang tetap beliau ingat-ingat yakni dawuh dari Imam Ghozali.
“Kalau kau bukan anak raja dan anak kyai besar, maka menulislah. Kita lahir dimanapun, kuliah dimanapun kalau kita mau menulis akan mendapatkan keberkahan, ketentraman sebagaimana anaknya raja dan kyai. Tujuan satu-satunya menulis novel adalah keberkahan”.
Beliau juga diberi pesan oleh sang Abah, “Nduk, kalau mondok jangan hanya ngaji saja, tapi harus kreatif juga.”
Tapi dengan seiring berjalannya zaman, kreatif saja itu tidak cukup. Selain kreatif mengembangkan hal-hal yang ada pada diri, santri juga harus inovatif yakni berani mencoba hal-hal baru. Juga kolaboratif yakni belajar berdigital. Tak cukup di situ saja, di era digitalisasi santri dituntut harus adaptif yakni pandai menyesuaikan diri. Beradaptasi tidak hanya menjadi konsumen, tapi juga menjadi produsen.
Dilanjutkan sesi tanya jawab dengan dua kali termin yang setiap terminnya terdiri dari tiga orang penanya. Para santri sangat antusias dan pertanyaan yang diajukan pun menakjubkan bahkan tak ada satupun peserta yang mengantuk walau waktu sudah malam.
Sesi tanya jawab selesai, dilanjutkan dengan sambutan oleh Bapak Agus Najib dimana beliau terpukau akan materi dan cerita pengalaman yang telah disampaikan oleh Ning Khilma Anis. Ibunda Hj. Aty Lutfia Baiti turut mengucapkan terima kasih atas ilmu yang telah Ning Khilma beri kepada beliau khususnya para santri.
Terakhir, clossing statement oleh Ning Khilma Anis, bahwa keberuntungan itu adalah milik orang-orang yang berani. Beliau juga mengungkapkan pesan dari Semar yakni “ojo mati tanpoaran” (jangan mati tanpa nama/red). Kalau dikaitkan dengan santri di pondok, “Jangan boyong sebelum menulis, jangan boyong sebelum memiliki karya, jadilah orang yang baik”.
Rangkaian acara seminar telah selesai, moderator menyampaikan kesimpulan. Ditutup dengan penyerahan sertifikat, penyerahan kenang-kenangan, dan foto bersama. Serta penutupan acara secara resmi oleh pembawa acara.
Pewarta: Anisahyumna Nurnabilah
Foto: Arsip Media Komplek Q