Wahai Sujana
Sang kelana semesta Fana
sudikah kau menatap sejenak dalam hibukmu
dan dengarkan aku
mengunggah senandika
Kau tahu?
Semalam sang kemukus melintas dalam sekedipan mata
dan tetiba retinaku memendar indah
mengapalah bianglala serasa nyata
dalam pekat tak bercahaya
Ku belai angkasa dengan tegas
Menggapai jemarimu
wahai Sujana,
aku menunduk
melankolia-ku bertebaran di penjuru hati yang temaram
Kudapati lara dalam sadarku yang menikam dalam
Manik matamu, aroma tubuhmu, hitam suraimu
membangkitkan renjanaku
Seakan begitu kuat dan kokoh tak tergoyah
namun kau tahu, wahai Sujana
Bahkan namamu tak bisa kutulis
Dan ragamu tak bisa kupandang
Lalu?
Mengapa debaran itu selalu datang disaat senjaku
Menyelimuti malamku
Wahai Sujana,
Jika tak ada yang bisa kusentuh darimu
Mengapa kau bisa menyentuh hatiku
Oh Sujana
Bagaimana aku akan merindu purnama
Jika hatiku kau ikat dengan cintamu yang lena
Bagaimana aku akan menikmati hangatnya Surya
Jika hatiku selalu kau bekukan dengan rindu duka
Ya Sujana,
Aku luruh ke bumi
semua fatamorgana
Nyatanya kau telah pupus
dalam bait senjaku
–
Oleh : Al-qinae
Photo by William Farlow on Unsplash