Siapa yang tak kenal tape? Tapai atau tape adalah kudapan yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan pangan berkarbohidrat sebagai substrat oleh ragi. Tape ini memiliki beberapa jenis, seperti tape singkong dan tape ketan.
Makanan yang lezat ini kerap dikonsumsi dengan berbagai cara, mulai dari dimakan langsung, sebagai pelengkap es doger atau es campur, bahkan dibuat tape goreng atau orang Jawa biasa menyebutnya dengan rondo royal. Tapi, tahukah kalian kalau tape ini mengandung alkohol yang kadarnya melebihi bir yang kadar alkoholnya hanya 3-5% saja? Lalu bagaimana hukum memakan tape?
Dilansir dari halalmui.org, alkohol sendiri ada yang haram dan ada yang tidak. Alkohol yang terkandung dalam khamr seperti pada bir yang dibuat dan diproses dari anggur ataupun tuak, minuman tradisional Sumatera, secara eksplisit dan tegas diharamkan dalam Islam. Hal ini disebabkan dalam proses pengolahannya, mulai dari fermentasi hingga produk jadi, memang bertujuan untuk menghasilkan minuman yang memabukkan atau khamr. Rasulullah SAW. pernah bersabda: “Sesuatu (minuman) yang banyaknya dapat memabukkan, maka sedikitnya pun haram.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi). Maka sudah jelas dan tak ada keraguan terhadap keharaman khamr. Lalu bagaimana dengan tape?
Menurut hasil analisis Yulianti (2014), kandungan alkohol tape pada fermentasi hari ke-6 mencapai 6,9 % pada tape singkong, 8,94% pada tape ketan hitam, bahkan 11,00% pada tape beras. Meskipun kandungan alkohol pada tape jauh lebih tinggi daripada kandungan alkohol pada bir, tak lantas membuat hukum tape menjadi haram. Hal ini disebabkan karena pengharaman suatu makanan/minuman didasarkan kepada apakah zat makanan/minuman tersebut memabukkan atau tidak (khamr), bukan kepada alkoholnya. Selain itu, produsen tape tidak ada unsur sengaja membuat makanan alkoholik yang memabukkan. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم قَالَ: كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ.
Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda, “Setiap yang muskir (memabukkan) adalah khamar, dan setiap yang muskir adalah haram.” (HR. Muslim)
Apabila didasarkan kepada kandungan alkoholnya, maka buah-buahan seperti durian, sirsak, nangka, dan cempedak akan menjadi haram karena mengandung alkohol hingga 3% lebih. Padahal, para ulama bersepakat atas kehalalan buah-buahan. Menurut Richa Malhotra (BBC, 2017), buah yang sangat masak dan jatuh dari pohon bisa mengandung ethanol atau ethyl alcohol 4,5 %. Imam Abu Hanifah menyebut makanan/minuman yang mengandung alkohol seperti ini sebagai nabidz, bukan khamr. Berkenaan dengan Nabidz ini, Imam Abu Hanifah berpendapat pula, kalau Nabidz itu dapat menyebabkan mabuk, maka ia haram. Tetapi kalau tidak menyebabkan mabuk, maka ia halal.
Sumber: http://www.halalmui.org/mui14/main/detail/hukum-makan-tape-ketan
–
Oleh: Nur Kholifa
Foto: tribunnews.com