Hari ini merupakan tanggal 10 Muharram atau yang biasa disebut sebagai hari Asyura. Pada tanggal ini, banyak kejadian-kejadian luar biasa yang dialami oleh para Rasul di masa lalu. Salah satu peristiwa penting yang menjadi latar belakang disunnahkannya puasa Asyura adalah peristiwa diselamatkannya Nabi Musa dan kaumnya serta tenggelamnya Fir’aun beserta bala tentaranya.
Dari sahabat Abdullah bin Abbas radliyallahu ‘anh beliau berkata: “Tatkala Nabi Muhammad ﷺ datang ke kota Madinah, beliau mendapati kaum Yahudi sedang berpuasa di hari Asyura, lantas beliau bersabda kepada mereka, ‘Hari apa yang kalian sedang berpuasa ini?’ Mereka menjawab, ‘Hari ini adalah hari yang agung. Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya pada hari ini dan menenggelamkan Fir’aun beserta pasukannya. Maka Musa berpuasa pada hari ini sebagai rasa syukur dan kami turut berpuasa.’ Maka Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Maka kami dengan Musa lebih berhak dan lebih utama daripada kalian.’ Maka Rasulullah ﷺ berpuasa dan memerintahkan berpuasa.” HR Bukhari dan Muslim.
Nabi Musa as. merupakan seorang nabi dan rasul yang ikut mendapat gelar Ulul ‘Azmi karena kegigihannya dalam menghadapi Fir’aun dan pengikutnya, serta diutus untuk membebaskan Bani Israel menghadapi penindasan bangsa Mesir. Bangsa Mesir yang kala itu di bawah pimpinan Fir’aun semakin menjadi dengan kekufurannya. Mereka tak mau mendengar seruan Nabi Musa untuk beriman kepada Allah, justru mereka semakin gencar memusuhi Nabi Musa.
Puncaknya ialah ketika Fir’aun mengaku bahwa ia adalah Tuhan yang patut untuk disembah. Maka tidak ada yang beriman kepada Nabi Musa selain kaumnya beserta keturunannya dalam keadaan takut akan siksaan dari Fir’aun dan pengikutnya karena tak mau tunduk kepada mereka. Melihat kondisi yang demikian, Nabi Musa segera berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku! Apabila kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepada-Nya, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri.” Kaum Nabi Musa pun segera menjawab, “Kepada Allah-lah kami bertawakal. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang zalim, dan selamatkanlah kami dengan rahmat-Mu dari orang-orang kafir.”
Mendengar doa-doa hamba-Nya, Allah segera memberi pertolongan kepada mereka. Allah memberi wahyu kepada Nabi Musa beserta saudaranya, Harun as. agar segera membangun beberapa rumah di Mesir yang berbeda dengan rumah-rumah lainnya untuk tempat tinggalnya beserta kaumnya. Tujuannya ialah agar ketika wahyu untuk meninggalkan Mesir telah datang, mereka mudah untuk memberitahu sesamanya.
Allah juga memberi perintah agar rumah-rumah tersebut dijadikan tempat ibadah dan perintah untuk melaksanakan sholat serta menggembirakan orang-orang yang mukmin. Nabi Musa kemudian berdoa, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuhan Kami, akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih.”
Sudah sangat lama Nabi Musa berjuang menghadapi Fir’aun dan pengikutnya. Telah banyak ayat-ayat dan mukjizat-mukjizat yang ditujukan kepada Fir’aun dan pengikutnya, namun mereka tetap saja membangkang dan tak mau tunduk, justru semakin gencar memusuhi Nabi Musa. Setelah 30 tahun tetap membangkang, akhirnya Fir’aun beserta pengikutnya ditenggelamkan di lautan. Ini merupakan jawaban dari doa Nabi Musa, dalam QS. Yunus ayat 89 Allah berfirman, “Sungguh, telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan jangan sekali-kali kamu mengikuti jalan orang yang tidak mengetahui.”
Kejadian ini terekam dalam QS. Asy-Syu’ara mulai dari ayat 52. Ketika itu Allah memberi wahyu kepada Nabi Musa, “Pergilah kamu beserta hamba-hamba-Ku (yaitu Bani Israil) di malam hari, keluarlah menuju lautan, jadi tidak menuju ke Syam ataupun daratan yang lain. Kalian semua pasti akan dikejar Fir’aun beserta pengikutnya”. Nabi Musa beserta kaumnya pun segera bergegas mengikuti perintah Allah Swt. Mendengar Nabi Musa dan Bani Israil keluar meninggalkan kota Mesir, Fir’aun kemudian mengutus orang-orang di daerah kekuasaannya yang bertugas untuk mengumpulkan prajurit-prajuritnya.
Fir’aun berkata, “Sesungguhnya mereka (Nabi Musa dan kaumnya) hanyalah sekelompok kecil, dan sesungguhnya mereka telah berbuat hal-hal yang menimbulkan amarah kita, dan sesungguhnya kita semua tanpa terkecuali harus selalu waspada.” Kala itu, rombongan Nabi Musa berjumlah 670.000 orang, namun masih dianggap sebagai kelompok kecil oleh Fir’aun karena dibandingkan dengan rombongan Fir’aun yang berjumlah 1.600.000 ditambah barisan pelopor yang berjumlah 700.000. Tengah malam Nabi Musa dan kaumnya berangkat, paginya Fir’aun dan bala tentaranya menyusul.
Kemudian Allah Swt. mengusir Fir’aun beserta pengikutnya melewati kebun-kebun yang asri, yang kiri-kanannya berupa aliran sungai Nil dan berbagai mata air, dan berbagai harta kekayaan serta kedudukan yang mulia. Dengan artian, Fir’aun keluar dari Mesir dengan meninggalkan segala yang disebutkan tadi dan Allah mewariskan itu semua kepada Bani Israil.
Fir’aun dan bala tentaranya akhirnya dapat menyusul rombongan Musa pada waktu matahari terbit. Ketika kedua rombongan itu saling melihat satu sama lain, pengikut-pengikut Nabi Musa mulai gusar, “Kita semua pasti akan benar-benar tersusul” Nabi Musa lantas menjawab, “Mereka tidak akan bisa menyusul kita. Sesungguhnya Tuhanku bersamaku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku.”
Allah Swt. lantas memberi wahyu kepada Musa, “Pukullah laut itu dengan tongkatmu” Nabi Musa pun segera memukulkan tongkat yang dibawanya ke lautan. Seketika laut pecah terbelah menjadi 12 bagian. Tiap bagiannya seperti gunung yang besar, kanan-kirinya menjadi jalan yang bisa dilewati serta tidak basah. Kemudian Allah menyelamatkan Nabi Musa beserta kaumnya keluar melintasi laut. Setelah melintasinya, dan pengikutnya yang paling akhir melintas telah keluar dari laut, barulah barisan awal pasukan Firaun memasuki laut.
Musa ingin segera memukul laut itu agar kembali ke keadaannya semula, sehingga Firaun dan pasukannya tidak bisa lewat. Namun Allah memerintahkan agar membiarkan laut itu tetap terbelah karena nantinya mereka akan ditenggelamkan. Fir’aun dan pasukannya segera memasuki belahan laut Merah itu, ketika seluruh pasukannya telah masuk dan berada di tengah-tengah lautan, Allah segera memerintahkan Nabi Musa untuk memukulkan tongkatnya kembali ke laut sehingga laut yang terbelah segera kembali seperti sedia kala.
Dengan demikian, tak ada seorang pun dari rombongan Fir’aun dapat menyelamatkan diri. Mereka hancur binasa ditelan lautan beserta kesombongan dan kekafiran mereka. Allah berfirman, “Dan Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang besertanya semuanya. Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain itu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu tanda yang besar (mukjizat) dan tetapi adalah kebanyakan mereka tidak beriman.” (QS Asy-Syu’ara: 65-67).
Sebenarnya, ketika Fir’aun benar-benar sadar bahwa ia akan tenggelam, ia lantas berkata, “Aku percaya bahwa tidak ada tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan aku termasuk orang-orang yang muslim (berserah diri).” Namun Allah mencela Fir’aun, mengapa baru sekarang beriman, padahal sesungguhnya ia telah durhaka dan membuat kerusakan sejak dahulu. Kemudian Allah menyelamatkan jasad Fir’aun dengan mengutus laut memuntahkan jasadnya ke daratan agar menjadi pelajaran bagi orang-orang di masa mendatang.
Demikianlah kisah terbelahnya laut Merah oleh Nabi Musa dan tenggelamnya Fir’aun dan pengikutnya karena kesombongan mereka. Semoga senantiasa dapat menjadi pelajaran untuk kita semua agar senantiasa beriman dan bertakwa kepada Allah setiap saat, jangan seperti Fir’aun yang baru beriman ketika ajal sudah di depan mata, karena itu akan sia-sia dan membinasakan kita.
Wallahu a’lam.
Oleh: Nur Kholifah
Sumber:
Foto: wikipedia