Pondok pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan Islam yang keberadaanya cukup eksis di Indonesia. Lembaga ini menekankan pendidikan karakter dengan nuansa keislaman yang bertujuan untuk menciptakan generasi-generasi muda berkarakter sesuai dengan akhlak Qurani yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Di dalam pondok pesantren terdapat banyak kegiatan, seperti kegiatan mengaji, sholat berjama’ah, maupun tata tertib yang ditetapkan kepada santri. Oleh sebab itu dibentuklah suatu struktur organisasi guna tercapainya kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan. Seperti adanya pengasuh pesantren, pengurus harian dan beberapa divisi seperti Divisi Pengajian, Divisi Ibadah Jama’ah, Divisi Kebersihan maupun Divisi Keamanan.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua santri taat pada peraturan dan tidak semua santri yang tinggal di pesantren atas kemauannya sendiri. Oleh sebab itu terdapat beberapa permasalahan dalam pesantren seperti, banyaknya santri yang melanggar peraturan yang ditetapkan oleh pengurus, santri yang melaksanakan kegiatan pesantren karena takut dengan hukumannya bukan karena ikhlas maupun menurunnya konsep berkah dalam pesantren. Oleh sebab itu dibentuk beberapa divisi dalam sturktur kepengurusan pesantren guna meminimalisir permasalahan-permasalahan tersebut.
Namun dalam tulisan ini penulis lebih fokus pada Divisi Keamanan. Karena divisi inilah yang ditakuti mayoritas santri, “singa pesantren” itulah julukan yang diberikan para santri kepada mereka. Karena tegas atau tidaknya keamanan akan mempengaruhi ketertiban dalam pesantren. Divisi keamanan jika dilihat dari sisi positifnya memiliki fungsi untuk mengamankan para santri agar patuh pada peraturan pesantren yang tidak lain adalah agar terciptanya generasi-generasi muda Islami yang berakhlak Qurani. Namun, divisi ini juga memiliki sisi kekurangan atau sisi negatifnya, yaitu mereka menekan, terlalu otoriter dan kurang memahami keadaan psikologi santri. Oleh sebab itu perlu adanya Divisi Bimbingan dan Konseling Islam yang bertujuan untuk memahami keadaan psikologi santri dan berbagai permasalahan. Namun penting memilih kader-kader Divisi Bimbingan dan Konseling Islam yang pakar dalam hal tersebut.
Dari beberapa opini tentang pentingnya konseling dalam dunia pondok pesantren diharapkan hal ini menjadi sebuah progres tersendiri yang mampu memberikan sistem bimbingan dan konseling Islam dalam dunia pesantren terutama dalam aspek psikologi santri, meskipun dalam praktiknya hal tersebut sudah dilakukan oleh beberapa pihak yang berperan sebagai seorang pembimbing sekaligus konselor non profesional namun alangkah lebih baiknya dengan latar belakang yang berbeda dan permasalah yang semakin meningkat hal tersebut dioptimalisasi dengan adanya tenaga profesional yang mampu memeberikan wejangan khusus terkait bimbingan dan konseling secara face to face maupun menggunakan teknik steakholder yaitu sebuah sistem kolaborasi antara seorang konselor dengan pihak-pihak yang terkait terutama dalam hal ini ialah keamanan dan segala perannya yang diharapkan mampu menjadi acuan nyata sistem tatanan pondok pesantren.
Keamanan sendiri diharapkan bisa melakukan evaluasi dan supervisi terkait sistem yang mereka laksanakan demi kemaslahatan santri yang seharusnya dilihat bukan sekedar dari prespektif memberikan efek jera saja namun ada indikator lain yaitu dampak yang timbul ke depannya di mana santri menjadi faham dan khidmat terhadap punisment yang dilakukan oleh keamanan, apalagi bila itu juga diharmonisasikan dengan adanya bimbingan dan konseling Islam maupun perannya dengan menggunakan beberapa teknik di mana hal tersebut mampu menumbuhkan kesadaran pentingnya pola pikir santri terhadap sistem keamanan di pondok pesantren. Divisi keamanan diharapkan lebih mampu merangkul santri dan memahami dari segala macam sudut pandang dan ketegasan yang sesuai.
Jadi bimbingan dan konseling Islam menjadi penting untuk membangun kepekaan sosial yang terjadi antara keamanan maupun divisi apapun yang kaitanya dengan problem solving santri.