‘Amrun bin ‘Utsman bin Qanbar adalah nama lengkap Imam Sibawaih. Imam Sibawaih lahir di desa Syairaz, daerah Baidho’, salah satu daerah yang ada di Persia. Salah satu sosok yang menjadi tokoh peradaban pada masanya ini lahir pada tahun 147 H dan wafat pada tahun 180 H. Beliau merupakan seorang keturunan Persia yang mendapat julukan Sibawaih. Sebagian ulama berpendapat tentang laqob (julukan) Sibawaih tersebut berasal dari dua akar kata, yaitu ‘Si’ yang berarti tiga puluh dan ‘waih’ yang bermakna harum. Jadi, arti dari laqob Sibawaih adalah orang yang memiliki tiga puluh macam keharuman. Konon, Imam Sibawaih muda terlihat tampan dan sangat rapi dalam penampilan.
Imam Sibawaih belajar dasar-dasar agama di kota kelahirannya. Guru pertama dari Imam Sibawaih merupakan seorang ahli hadits yang bernama Hammad bin Salmah, yang berasal dari bani Tamim. Bersama beliau, Imam Sibawaih pertama kali belajar ilmu fiqh dan hadits. Beliau juga dikenal sebagai salah satu guru Sibawaih dalam pengembangan ilmu nahwu. Suatu ketika pada saat belajar hadits, Sibawaih pernah salah dalam membaca hadits, lalu ia disalahkan oleh gurunya dan diminta untuk mengulanginya. Namun, beliau tetap tidak paham di mana letak kesalahannya. Dari sinilah ia mulai tertarik mempelajari ilmu nahwu.
Di antara guru-guru Imam Sibawaih yang lain yaitu Al-Akhfasy Al-Akbar Abdul Hamid bin Abdul Majid yang merupakan seorang ahli nahwu dan Ya’qub bin Ishaq bin Zayd bin Abdullah bin Ishaq al Hadromi seorang ahli dalam bidang bahasa Arab. Dengan demikian, guru Imam Sibawaih dari ulama nahwu generasi keempat yaitu Isa bin Umar, al- Akhfasy al-Kabir, Bakar bin Habib al-Sahami, dan Abi Sufyan bin al-Ula’. Sedangkan guru dari generasi kelima yaitu Hammad bin Salmah, al-Khalil, Yunus bin Habib, Yunus bin Ishaq dan Abi Ashim al-Nabil.
Baca Juga:
- Sambut Haul Bapak Ke-12 : Bersihkan Hati, Bersihkan Diri
- Haul Bapak Warson ke-12: Majelis Simaan Al-Qur’an Khotimat 30 Juz Bil Hifdzi
- Road To Haul Bapak Warson ke-12, Diawali Dengan Muqoddaman 12x
Dalam belajar ilmu nahwu, Imam Sibawaih menggunakan dua cara, yaitu menulis apa adanya apa yang dia dengar dan bertanya apa yang belum dipahami lalu ditafsirkan maksudnya. Dari catatan-catatan itulah kemudian ia kembangkan menjadi buku karya besarnya, yaitu “Al Kitab”. Sebenarnya Al Kitab merupakan semacam catatan kuliahnya Imam Sibawaih dengan para gurunnya, terutama dengan Al-Khalil bin Ahmad. Apa yang ia dengar dianalisis satu persatu sesuai kasusnya. Selain mengandung teori-teori nahwu, di dalam Al Kitab juga mengandung contoh yang diambil dari ayat Al-Qur’an, hadits, dan syair-syair Arab.
Usaha Imam Sibawaih yang telah melengkapi rasional bahasa Arab kemudian menjadikan bahasa Arab sebagai ilmu yang perangkatnya relatif lengkap. Dalam waktu yang dikatakan sangat singkat, bahkan untuk ukuran saat ini, Imam Sibawaih telah menuliskan sebuah karya besarnya, yaitu Al Kitab. Beliau seperti merekam secara cermat, teliti, dan lengkap mengenai apa yang dipelajarinya serta menjelaskan apa yang dibutuhkan orang akan kaidah bahasa Arab. Tak heran jika mahakaryanya masih menjadi rujukan tata bahasa Arab atau bidang ilmu nahwu hingga saat ini.
–
Oleh : Nada F
Sumber : Sejarah Nahwu Memotret Kodifikasi Nahwu Sibawaih
Photo by aboutislam.net