Pandangan Islam Tentang Budaya Korea dan K-Pop

Diposting pada 1,577 views

Bicara tentang budaya Korea tentu bukan hal yang asing lagi bagi kita semua. Apalagi untuk para kaum hawa yang banyak sekali menggemari budaya Korea, seperti drama, musik, film, maupun lainnya.

Sebenarnya apa sih hukum menggemari atau menyukai KPop itu?  Hal tersebut menjadi pro kontra pada umat Islam. Dikutip dari channel Youtube Ubay Everything yang berjudul KPOP Kafir – Ceramah Ust. Abdul Shomad, Lc., M.A. dalam video tersebut ada seseorang yang bertanya kepada Ustadz Abdul Shomad “Apa hukumnya menggemari dan menyukai Film Korea?”. Singkatnya, Ustadz Abdul Shomad atau dikenal dengan UAS pun menjawab “Jangan suka kepada orang kafir, siapa yang suka kepada orang kafir, maka dia bagian dari kafir itu. Condong hatinya pada orang kafir.” Lebih lanjut, beliau tersebut berkata, “Jangan ditonton lagi itu sinetron-sinetron Korea, rusak. Nanti pas sakaratul maut, datang dia ramai-ramai. Apa yang sering kita dengar, apa yang sering kita tengok, akan datang saat sakaratul maut.”

Dalam ceramah tersebut juga, Ustad Abdul Somad menyarankan kepada para hadirin untuk menonton qori untuk laki-laki serta qoriah untuk perempuan, yang dengan mudah videonya bisa ditemukan di YouTube. Ustad Abdul Somad pun mengajak kepada umat Islam untuk tidak lagi kecanduan dengan film-film ataupun sinetron Korea.

Bagaimana menurut kalian? Apakah mungkin menyukai budaya Korea, bisa berpengaruh dengan keimanan seseorang? Bahkan bisa membuat seseorang menjadi kafir? 

Menurut hadis HR. Abu Dawud (4031) dijelaskan bahwa “Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari golongannya.”. Namun, kesahihan hadis ini sebenarnya masih diperdebatkan para ulama. Ada yang mengatakan sahih, tapi tidak sedikit pula yang berpendapat hadis ini dhaif (lemah).

Baca Juga:  Menilik Tingkat Literasi Indonesia

Andaikan hadis dikatakan shahih, apakah ini dapat dijadikan dalil larangan menyerupai nonmuslim? Menurut Kiai Ali Mustafa Ya’qub, hadis ini tidak dapat dijadikan dalil keharaman menyerupai nonmuslim dalam hal berpakaian, rambut, dan sejenisnya. Kecuali jika tasyabbuh (menyerupai) tersebut terjadi dalam hal pakaian khas keagamaan nonmuslim dan tasyabbuh dalam bidang akidah dan ibadah.

Baca juga

Oleh karena itu, hadis tasyabbuh di atas tidak boleh digeneralisir maknanya sebab akan bertentangan dengan hadis lain yang lebih shahih. Dalam beberapa hal, khususnya persoalan muamalah dan tidak berkaitan dengan akidah, justru Rasulullah saw. tidak sekaku yang kita bayangkan. Terkadang beliau juga mengikuti penampilan ahlul kitab dan model sisiran rambut mereka. Hal ini sebagaimana yang disaksikan langsung oleh Ibnu ‘Abbas.

Jadi, di sini kita perlu memahami lebih dalam lagi konteks dari hadist tersebut. Mengingat perubahan zaman yang sudah sangat berbeda dan hampir semua orang tidak bisa jauh dari bersentuhan dengan budaya luar dan segala produk-produk yang dihasilkannya. 

Untuk itu, selama budaya dan kebiasaan itu tidak bersentuhan atau bertentangan dengan keyakinan seseorang, maka sah-sah saja bila seseorang ingin mengikuti, memanfaatkan, atau sekedar melihat budaya di luar Islam.

Kita hendaknya lebih berhati-hati lagi dalam menilai sesuatu. Karena bisa saja hal tersebut menjadi Boomerang bagi diri sendiri. Apalagi, redaksi kata “kafir-sesat” sangatlah sensitif bagi sebagian besar umat Islam dan mungkin juga bagi umat-umat yang lain.

Baca Juga:  Meneladani Perang Badr: 17 Ramadhan 2 H

Oleh : Wulan Eldasari dan Mawar Lanna Oktavia

Pictured by nbcnews.com

Sumber :

mojok.co

islam.nu.or.id

https://youtu.be/FZ_1zRow27A