Bapak… Sepuluh tahun sudah panjenengan bersisurut dari kami para santri Bahagia bersama rahmat nan limpahan kasih sayang-Nya Terpatri dalam jubah ridho-Nya   Bapak… Di sini kami terus mengukir serambi demi serambi kehidupan Yang penuh keilmuan Seyogyanya panjenengan tauladankan Berusaha menginvestasikan derasnya keilmuan yang panjenengan ridhoi   Bapak… Di sini kami

Kepada Sang Pemilik bentala.. Tatkala sebuah dersik menerpa Bentala dan seisinya tak pernah berhenti Sebelum perintahmu turun.. Lalu apa yang telah makhluk-Mu itu lakukan?   Dunia semakin fana begitupun dengan mereka Akal sehat telah hilang Tatkala pijar yang mereka timbulkan Nasihat tak lagi penting Mereka semakin berisik.. Semakin terus menghancurkan

Malam yang gelap menenggelamkan pikirku Terdiam menangis mengabu Aku telah mati sebelum hari ini Dikubur sedih yang tak terucap Sayang seribu sayang Dalam makam aku sendirian Tidak ada penerang, bahkan ibu seorang Apa kesalahanku? Daun berjatuhan hari itu Akankah tumbuh menjadi pohon baru Aku mengabu, aku membisu Lara yang tidak

(Untuk semua guru di sepanjang kehidupan)   Engkau adalah nyawa bagi setiap setapak kehidupan Mengantarkan kami langkah demi langkah  Dengan penuh keikhlasan Menjadi manusia yang cakap dan pintar   Dulu, kami buta, tuli, dan bisu akan pengetahuan  Namun, engkau tidak memandang kami sebagai insan yang cacat Ridlomu bagi murid-muridmu menjadi

Aku seorang perempuan Yang menerima cacian, hinaan, juga disalahkan Aku seorang perempuan Yang terenggut hak berpendidikan Terluka fisik dan mental Terasingkan dari tanah kelahiran Terkucilkan dari lingkungan Terluka yang amat dalam Aku seorang perempuan yang seandainya melenyapkan jiwa sendiri diperbolehkan, aku akan lakukan. Sesakit itu aku, seterluka itu aku Namun,

Perempuan yah perempuan. Kau adalah makhluk yang terindah yang di ciptakan TUHAN. Pesonamu dan keindahanmu yang anggun. Hadirkan ketenangan dan ketentraman. Perempuan kau bisa jadi kelemahan kau juga bisa jadi kekuatan. Perempuan pesonamu yang penuh keindahan mengalahkan indahnya bulan purnama. Perempuan keindahanmu yang penuh sejuta pesona melebihi indahnya alam semesta.

Pernahkah kau berfikir? Bahwa mungkin memang hanya diri sendiri Satu-satunya yang mampu mengetahui Satu-satunya yang bisa mengerti Satu-satunya yang mahir memahami   Kau penat? Hey, Tak ada rumah yang lebih nyaman Daripada jiwa sendiri yang memberi pelukan Bukankah memang begitu adanya dari dahulu? Tidakkah kau bisa membaca? Tidakkah kau bisa

Dibalik semua itu Aku hanyalah seorang gadis biasa yang sedang menapaki setiap langkahnya Yang sedang mencari jalan keluar dalam setiap hiruk-pikuk nya Juga mencari sebuah kepastian akan masa depannya   Tak etis memang kalau dikata suka mengeluh seenaknya Namun bagaimana? Aku hanya bocah beranjak dewasa yang tak tau apa-apa Yang

Air tidak dapat digenggam Tapi tanah bisa menampungnya Api tidak dapat disentuh Tapi kayu bisa memeluknya Angin tidak dapat ditangkap Tapi beristirahat di atas batu   Jika dibiarkan begitu saja Apa pun yang ada dimana pun Akan terlihat sangat memesona Dan membuat berdecak kagum     Embusan napas yang keluar

Itu apa basah-basah? Di bawah bernoda Bau tanah   Itu kenapa coklat-coklat? Di celana, di sepatu Tak tahu malu   Di luar hujan, kau dengar?   Baca juga puisi Mimpi   Telinga koyak Jantungku tak berdetak Satu-satunya deras yang kudengar hanya di pipi   Tak peduli betapa takut diri ini