Wahai tanganku, Takkan kuizinkan engkau untuk merasakan sakit dan berdarah Kecuali di dalam tiap pukulanmu benar-benar terdapat mahabbah.   Tabiat manusia itu merelakan apapun demi apa yang ia cinta. Rasa sakit itu tak ada artinya jika datangnya disebabkan oleh mahabbah. Setidaknya aku bisa menghiraukan sakit itu sejenak. Meski bengkak ataupun

Kita telah melewati berbagai ujian Hingga kini kita telah tiba di penghujung jalan Saatnya untuk mengucapkan kata perpisahan Setelah segala yang telah kita jalani bersama, kawan   Menuntut ilmu tanpa lelah Kita telah melewati semuanya bersama Semoga ilmu kita bermanfaat di masa depan   Terasa berat perpisahan ini Kenangan kita

Alunan nada yang merdu Mengiringi angin lewat lautan biru Air mata yang menetes membasahi pasir Pasir yang tak pernah mengenai air   Nyanyian sang tampan terdengar kembali Tempo yang beraturan bak penyanyi Bolehkah aku berdiri di sampingnya? Melengkapi sebuah lirik yang belum dia kata Suaranya merdu nan halus Menusuk hati

Waktu tak henti mencecar Dari pendulumnya tak gentar  Menggugah sembab mata Si Tua Yang baru terlelap pukul dua   Si Tua meramu Wedang ala Jawa Dari serbuk pahit sahasra peristiwa Bertutur Ia, “Djaman Uwis Beda” Entah yang dimaksud apa   Tak lama, Si Tua bercerita  Tentang sisa-sisa ingatnya : Sudah

Pada dasarnya sama semua Kanvas putih yang siap dilukis Ada beberapa yang bertekstur kasar ada yang juga halus sekali Beberapa dari kanvas itu berwarna sedikit kuning ada juga yang sedikit coklat Kusamnya permukaan kanvas tidak merubah fungsi mereka Toh akan di timpa warna juga   Mengenai warna Ada beberapa yang

Bertebar takbir dan tahmid di kaki-kaki ufuk Langit dengan ribuan bintangnya Bumi dengan segala yang bernafas di dalamnya Tiap hal nampak sangat berwarna Sajadah di bentangkan Mukena dan koko terbaik dipersiapkan Rumah dan masjid dibersihkan Dan satu.. Hati yang putih nan suci Bersiap menangisi khilaf nan benci Dari hak-hak adami

Aroma wangi udara menyambutmu Langit dengan girang mengatur jadwal Merubah bulan dan matahari sedemikian rupa Hilalnya terlihat Senyum merekah Sholawat dikumandangkan Bersorak sorak berjawaban   Dari shaff imam sampai yang paling belakang 40 kali sujud berpasrah pada tuhan 6 lainnya melengkapi malam Mukenah dan pakaian salat lainnya Dicuci bersih ada

Bapak… Sepuluh tahun sudah panjenengan bersisurut dari kami para santri Bahagia bersama rahmat nan limpahan kasih sayang-Nya Terpatri dalam jubah ridho-Nya   Bapak… Di sini kami terus mengukir serambi demi serambi kehidupan Yang penuh keilmuan Seyogyanya panjenengan tauladankan Berusaha menginvestasikan derasnya keilmuan yang panjenengan ridhoi   Bapak… Di sini kami

Kepada Sang Pemilik bentala.. Tatkala sebuah dersik menerpa Bentala dan seisinya tak pernah berhenti Sebelum perintahmu turun.. Lalu apa yang telah makhluk-Mu itu lakukan?   Dunia semakin fana begitupun dengan mereka Akal sehat telah hilang Tatkala pijar yang mereka timbulkan Nasihat tak lagi penting Mereka semakin berisik.. Semakin terus menghancurkan

Malam yang gelap menenggelamkan pikirku Terdiam menangis mengabu Aku telah mati sebelum hari ini Dikubur sedih yang tak terucap Sayang seribu sayang Dalam makam aku sendirian Tidak ada penerang, bahkan ibu seorang Apa kesalahanku? Daun berjatuhan hari itu Akankah tumbuh menjadi pohon baru Aku mengabu, aku membisu Lara yang tidak