Oleh : Hana Rahmatin Tempat di mana kugantungkan baju yang telah kucuci Tempat di mana kuletakkan baju kotorku Tempat itu bagaikan lemari yang sangat luas Baju yang menggantung pun menyimpan banyak kisah Kisah yang setiap harinya menjadi cerita Semua keluh kesah tergantung bersama baju Baju yang sering digusur secara

  Apalah arti milenial Bikin gundah galau bahkan resah yang menyebal Akan menggunung rasa itu semua Jika kau tak mengenal dia Mengenal tapi acuh Mengenal tapi hiraukan Mengenl tapi khianat Mengenal tapi lupa tentang dia Ingatlah dia Ingatlah tentang dia Ingatlah Dia yang maha segalanya   Oleh : Eva  

Gemuruh langit bernyanyi Denting keras guntur menjitak malam Menggugah sepasang mata dalam temaram sunyi Alunan riuh hujan memadu sepadan Menumpahkan tangis dengan hawa dinginnya Senyap! Sepi! Kosong! Dimanakah kalian? Malam menyisakan kesendirian dan kerinduan Melenakan jiwa yang tak kuasa berdamai   Kepada hujan yang setia mendengar Dengarlah aku yang terjebak

Setiap buaian Setiap dekapan Setiap elusan Setiap kasih sayang Semua itu tak lepas dari mu Seringkali aku terjatuh Seringkali aku menangis Dan sesering itu pula aku mengadu Ya… Aku memang rapuh lemah tak berdaya Apalagi jika tanpamu aku akan semakin rapuh Engkau bagai air telaga di gurun pasir Memberi kesejukan

Dentuman batu yang menghantam Seruan masa yang terus bergumam Semangat para kawula berseragam Berkeluh peruh dengan keringat yang masam Katanya membela negara Caci maki yang terus bersuara Katanya beraksi damai Tapi ada yang mati lunglai Elit negara diam membisu Seakan puas akan hawa nafsu Ibu Pertiwi menangis dalam sujudnya Melihat

Bisakah kau bayangkan rasa rindu yang tak berada? Seperti cawan tanpa susu Dilain hal terkadang kita hanya terkagum Pada moleknya cakrawala Yang ternyata datangnya hanya sementara Dunia ini terlalu fana masihkah kau mencintainya? Kini mentari tak lagi terik Bintangpun tak lagi terbentang Tapi masih saja kau syirik dan menentang Sungguh,

Rindu ini terlalu membelenggu Saat ku rasa  hari-hariku mulai sendu Sepasang bola mataku nampak sayu Hatiku  terasa begitu pilu Hingga kutertegun dalam lamunan palsu Rindu ini memang candu Bahkan tak pernah memandang waktu Ketika terlintas dalam benakku pikiran halu Tentang putar balik masa laluku saat perjumpaan denganmu, Sungguh aku merasa

Jejak punggung ringkih itu kembali datang. Merapal mimpi aksara terhajar hilang dan malang. Tak ada yang lebih tandus, selain setelah ia pulang. Di koyak sunyi kalut bukan kepalang. Terbungkuk nya mencari alang-alang. Dua kambing piaraanya harus makan. Urat menyerit di balut legamnya kulit. Tak ada yang lebih sulit, selain setelah

Bagaimana jika ternyata, apa yang kukira bincang hanyalah racau yang tertahan, sebatas lisan يخادعون الله والذين آمنوا وما يخدعون إلا أنفسهم وما يشعرون Memaksa menyelam lebih dalam namun tetap tertahan diantara ruas kerongkongan وقال الرسول يارب إن قومي اتخذوا هذا القرآن مَهْجُورًا Menyisakan mantra tercekat, mengayun anggar pada isyarat, terancam